Rabu, 08 Oktober 2025

Bab di Mana Saya Sadar Masa Itu Telah Berlalu

Yang ingin saya ceritakan ini adalah apa yang saya pikirkan pada 19 September 2025, sekitar pukul 8 malam WIB. Hari itu, saya baru saja pulang dari Bandara Soekarno-Hatta, Terminal 1B. Saya naik mobil GoCar menuju Bintaro. Di tengah perjalanan, saya mengobrol santai dengan sopir.

Saya bertanya, “Bapak tinggal di mana?”

Ia menjawab, “Saya tinggal di Cawang.”

Refleks saya menimpali, “Oh Cawang? Saya dulu kuliah di dekat situ, di STIS, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, di Jalan Otista, Bidara CinaJatinegara.”

Bapak itu kembali merespons, “Oh iya, yang sekolah kedinasan itu, ya.”

Obrolan terus berlanjut, tapi sejak saat itu pikiran saya melayang jauh. Raga saya masih di dalam mobil, menyusuri tol Pinang Tangerang yang argonya mahal itu, tapi hati saya terbang ke masa lalu, ke masa kuliah.

Kata “dulu” tiba-tiba terasa menggema di kepala saya.

Dulu... dulu... dulu ...

Kata sederhana itu bak palu yang menyadarkan saya: masa kuliah saya, masa yang saya anggap paling indah dan menyenangkan dalam hidup, kini benar-benar sudah berlalu.

Entah kenapa, saya langsung teringat pada novel Dia Adalah Dilanku, 1991. Di sana, Dilan yang saat itu sedang magang bertemu Milea, lalu dalam pikirannya terbesit kenangan lama masa SMA-nya. Saya merasa sedang mengalami hal yang sama. Bedanya, masa yang saya kenang bukan SMA dan sesuatu yang memicu kenangan saya muncul adalah percakapan dengan orang asing.  

Kembali ke masa sekarang. Saat ini saya sudah bekerja menjadi seorang (calon) ASN. Fase hidupnya jelas berbeda. Tanggung jawab lebih besar, waktu lebih cepat, dan ruang untuk bersantai semakin sempit. Tapi yang paling terasa adalah satu hal: masa muda yang ceria itu benar-benar sudah berakhir.

Lucunya (dan mungkin "ironinya" juga), saya butuh waktu lama untuk benar-benar sadar akan hal itu. Sejak wisuda, saya tahu secara logika bahwa kuliah sudah selesai. Tapi di dalam hati dan pikiran bawah sadar, saya belum mengakuinya. Baru di momen obrolan kecil itu, saya sadar sepenuhnya, diamini secara pikiran dan jiwa, bahwa masa itu sudah lewat. Masa lalu adalah hal paling jauh di dunia ini, tidak peduli apapun usahamu, kamu tak akan bisa kembali ke sana, dan saya tak terkecuali: saya tak akan pernah bisa kembali ke sana kecuali lewat kenangan.

Saya sering memandang hidup saya ini seperti sebuah buku, dan saya adalah tokoh utamanya. Lewat sudut pandang pembaca, mungkin bab ini adalah bab di mana tokoh utama akhirnya sadar bahwa masa mudanya telah benar-benar berlalu. Dan dari sinilah, cerita barunya mulai.