Senin, 10 November 2025

 

Pesta yang Mengakhiri Segalanya: Kisah Tragis Nicola Fouquet dan Ego Seorang Raja

Jika Anda pernah membaca buku tentang strategi atau kekuasaan, Anda mungkin pernah mendengar nasihat sinis ini: “Never Outshine Your Master”—Jangan Pernah Bersinar Lebih Terang dari Atasanmu.

Kedengarannya seperti saran yang paranoid, bukan? Mengapa kita tidak boleh menunjukkan kemampuan terbaik kita? Jawabannya terletak pada sebuah kisah nyata dari abad ke-17 di Prancis, sebuah kisah tentang kemegahan, kecemburuan, dan kejatuhan dramatis seorang pria yang lupa siapa pemegang kekuasaan sesungguhnya.

Ini adalah kisah Nicola Fouquet, pria yang mengadakan pesta terlalu megah untuk atasannya sendiri.

Bintang yang Sedang Naik Daun

Pada tahun 1661, Prancis berada di bawah kekuasaan Raja Louis XIV muda, yang kelak akan dikenal sebagai "Le Roi-Soleil" atau "Sang Raja Matahari". Meskipun raja masih muda, salah satu menterinya telah menjadi pusat perhatian.

Namanya Nicola Fouquet.

Fouquet menjabat sebagai Pengawas Keuangan (Superintendent of Finances). Dia adalah pria yang luar biasa cerdas, sangat kaya, karismatik, dan pencinta seni sejati. Di bawah kepemimpinannya, ekonomi Prancis mulai stabil setelah bertahun-tahun perang. Fouquet berada di puncak dunia. Ia memiliki segalanya: kekuasaan, kekayaan, dan selera yang tak tertandingi.

Untuk merayakan kesuksesan dan statusnya, Fouquet memulai proyek pribadi yang ambisius: membangun sebuah istana (château) yang akan menjadi lambang kemakmuran dan seleranya yang tinggi. Istana itu bernama Vaux-le-Vicomte.

Dia tidak main-main. Fouquet mempekerjakan "tim impian" seniman terbaik Prancis saat itu: arsitek Louis Le Vau, desainer taman André Le Nôtre, dan pelukis dekorator Charles Le Brun. Hasilnya adalah sebuah mahakarya. Vaux-le-Vicomte adalah istana paling indah, inovatif, dan mewah di seluruh Prancis.

Pesta Megah di Vaux-le-Vicomte

Pada 17 Agustus 1661, pembangunan istana itu selesai. Fouquet memutuskan untuk mengadakan pesta peresmian yang akan dibicarakan selama berabad-abad. Dan sebagai tamu kehormatan, ia mengundang atasannya: Raja Louis XIV yang baru berusia 22 tahun.

Fouquet bermaksud menggunakan pesta ini untuk menunjukkan pengabdiannya, memamerkan kemakmurannya (yang ia yakini akan mengesankan raja), dan mungkin mengamankan posisinya sebagai menteri utama.

Pesta itu melampaui segala bayangan.

Taman-taman yang dirancang oleh Le Nôtre diterangi oleh ribuan lilin. Para tamu disuguhi drama baru yang ditulis khusus oleh Molière, penulis drama terbesar saat itu. Jamuan makan malam disajikan di atas lebih dari 6.000 piring perak murni dan beberapa bahkan emas murni. Acara ditutup dengan pertunjukan kembang api pertama yang begitu spektakuler di Prancis.

Seluruh bangsawan Prancis hadir, dan mereka semua terpesona. Nicola Fouquet adalah bintang malam itu.

Matahari yang Gerhana

Saat pesta berlangsung, Fouquet dengan bangga mendampingi rajanya berkeliling istana. Dia menunjukkan taman yang sempurna, air mancur yang rumit, dan lukisan langit-langit yang megah. Dia mengharapkan pujian, mungkin tepukan di punggung.

Namun, Raja Louis XIV hanya diam.

Di balik senyum tipisnya, sang raja muda tidak merasa terkesan. Dia merasa terhina.

Louis XIV melihat sekelilingnya—di istana menterinya yang jauh lebih megah, lebih modern, dan lebih artistik daripada istana kerajaan miliknya—dan dia hanya melihat satu hal: sebuah penghinaan.

Bagaimana bisa seorang bawahan, seorang menteri, memiliki kekayaan yang begitu besar? Bagaimana dia berani memamerkan selera yang lebih baik daripada rajanya sendiri? Pesta ini, di mata Louis, bukanlah persembahan, melainkan sebuah tantangan.

Nicola Fouquet, dalam upayanya untuk mengesankan, telah melakukan kesalahan fatal. Dia telah bersinar lebih terang dari "Sang Raja Matahari". Malam itu, dia bukan lagi menteri yang loyal; dia adalah saingan yang sombong.

Kejatuhan yang Cepat

Kemarahan Raja Louis XIV begitu besar sehingga dia sebenarnya ingin menangkap Fouquet saat itu juga, di tengah pestanya sendiri. Namun, ibunya, Anne dari Austria, menasihatinya untuk bersabar dan tidak menimbulkan kekacauan.

Raja muda itu menuruti nasihat ibunya. Dia menikmati sisa pesta dengan senyum palsu, berterima kasih kepada Fouquet atas malam yang indah, lalu pergi.

Tiga minggu kemudian, Nicola Fouquet, pria terkuat kedua di Prancis, ditangkap oleh letnan pengawal raja (seorang pria yang kelak terkenal dalam fiksi: D'Artagnan).

Tuduhan resminya adalah penggelapan uang negara (korupsi). Tentu saja, Fouquet mungkin korup—seperti kebanyakan pejabat tinggi pada masa itu. Tetapi kejahatan sebenarnya jauh lebih sederhana: dia telah membuat atasannya merasa kecil.

Nicola Fouquet menghabiskan 20 tahun sisa hidupnya di penjara paling terpencil di Prancis, di mana dia meninggal dalam sel isolasi.

Warisan Pesta Itu

Kisah ini tidak berakhir dengan kejatuhan Fouquet. Itu berakhir dengan kebangkitan simbol kekuasaan terbesar di Eropa.

Segera setelah Fouquet dipenjara, Raja Louis XIV memanggil "tim impian" yang sama—arsitek Le Vau, desainer taman Le Nôtre, dan pelukis Le Brun.

Dia memberi mereka tugas baru: mengambil pondok berburu tua milik ayahnya dan mengubahnya menjadi istana yang akan membuat Vaux-le-Vicomte terlihat seperti gubuk rendahan. Istana itu harus menjadi yang terbesar, termegah, dan paling mewah di dunia, simbol kekuasaan absolutnya.

Istana itu kita kenal hari ini sebagai Istana Versailles.

Kisah Nicola Fouquet adalah pelajaran abadi tentang sifat kekuasaan. Dia mungkin seorang menteri yang brilian, tetapi dia adalah psikolog yang buruk. Dia lupa bahwa atasan, entah itu raja abad ke-17 atau bos di abad ke-21, pada dasarnya tetaplah manusia—makhluk yang didorong oleh ego, kebanggaan, dan rasa tidak aman.

Fouquet menunjukkan kehebatannya, dan itu menghancurkannya. Dia membuat Sang Raja Matahari merasa seperti bulan yang redup, dan untuk itu, cahayanya dipadamkan selamanya.

Rabu, 08 Oktober 2025

Bab di Mana Saya Sadar Masa Itu Telah Berlalu

Yang ingin saya ceritakan ini adalah apa yang saya pikirkan pada 19 September 2025, sekitar pukul 8 malam WIB. Hari itu, saya baru saja pulang dari Bandara Soekarno-Hatta, Terminal 1B. Saya naik mobil GoCar menuju Bintaro. Di tengah perjalanan, saya mengobrol santai dengan sopir.

Saya bertanya, “Bapak tinggal di mana?”

Ia menjawab, “Saya tinggal di Cawang.”

Refleks saya menimpali, “Oh Cawang? Saya dulu kuliah di dekat situ, di STIS, Sekolah Tinggi Ilmu Statistik, di Jalan Otista, Bidara CinaJatinegara.”

Bapak itu kembali merespons, “Oh iya, yang sekolah kedinasan itu, ya.”

Obrolan terus berlanjut, tapi sejak saat itu pikiran saya melayang jauh. Raga saya masih di dalam mobil, menyusuri tol Pinang Tangerang yang argonya mahal itu, tapi hati saya terbang ke masa lalu, ke masa kuliah.

Kata “dulu” tiba-tiba terasa menggema di kepala saya.

Dulu... dulu... dulu ...

Kata sederhana itu bak palu yang menyadarkan saya: masa kuliah saya, masa yang saya anggap paling indah dan menyenangkan dalam hidup, kini benar-benar sudah berlalu.

Entah kenapa, saya langsung teringat pada novel Dia Adalah Dilanku, 1991. Di sana, Dilan yang saat itu sedang magang bertemu Milea, lalu dalam pikirannya terbesit kenangan lama masa SMA-nya. Saya merasa sedang mengalami hal yang sama. Bedanya, masa yang saya kenang bukan SMA dan sesuatu yang memicu kenangan saya muncul adalah percakapan dengan orang asing.  

Kembali ke masa sekarang. Saat ini saya sudah bekerja menjadi seorang (calon) ASN. Fase hidupnya jelas berbeda. Tanggung jawab lebih besar, waktu lebih cepat, dan ruang untuk bersantai semakin sempit. Tapi yang paling terasa adalah satu hal: masa muda yang ceria itu benar-benar sudah berakhir.

Lucunya (dan mungkin "ironinya" juga), saya butuh waktu lama untuk benar-benar sadar akan hal itu. Sejak wisuda, saya tahu secara logika bahwa kuliah sudah selesai. Tapi di dalam hati dan pikiran bawah sadar, saya belum mengakuinya. Baru di momen obrolan kecil itu, saya sadar sepenuhnya, diamini secara pikiran dan jiwa, bahwa masa itu sudah lewat. Masa lalu adalah hal paling jauh di dunia ini, tidak peduli apapun usahamu, kamu tak akan bisa kembali ke sana, dan saya tak terkecuali: saya tak akan pernah bisa kembali ke sana kecuali lewat kenangan.

Saya sering memandang hidup saya ini seperti sebuah buku, dan saya adalah tokoh utamanya. Lewat sudut pandang pembaca, mungkin bab ini adalah bab di mana tokoh utama akhirnya sadar bahwa masa mudanya telah benar-benar berlalu. Dan dari sinilah, cerita barunya mulai. 

Minggu, 03 Agustus 2025

Hukum Kripto dalam Islam: Analisis Komprehensif dari MUI hingga Cendekiawan Dunia

 Pengantar: Kebingungan Umat Muslim di Tengah Era Kripto

Sejak kemunculan Bitcoin pada tahun 2009, cryptocurrency telah mengubah lanskap keuangan global secara fundamental. Namun, bagi jutaan umat Muslim di seluruh dunia, muncul satu pertanyaan besar: Apakah cryptocurrency halal atau haram?

Pertanyaan ini bukan hal sepele. Ia menyentuh langsung prinsip-prinsip Syariah, terutama dalam hal transaksi (muamalat). Di satu sisi, ada peluang finansial yang menggiurkan, tetapi di sisi lain, ada keharusan untuk mematuhi ajaran agama.

Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan lembaga Islam, baik di Indonesia maupun internasional, semakin menambah kebingungan. Oleh karena itu, artikel ini akan menyajikan kajian literatur komprehensif untuk memberikan gambaran yang jelas dan terstruktur mengenai status hukum cryptocurrency dari berbagai sudut pandang.

Prinsip Dasar yang Menjadi Titik Perdebatan

Untuk memahami argumen di balik fatwa-fatwa yang ada, kita perlu mengkaji tiga pilar utama dalam keuangan Islam yang menjadi kunci:

  1. Apakah Kripto adalah Maal (Harta) atau Thaman (Mata Uang)?

    • Pandangan Pro (Boleh): Sebagian ulama berpendapat bahwa kripto bisa dianggap sebagai maal (harta) karena memiliki nilai komersial, dapat dimiliki, disimpan, dan dialihkan. Nilainya berasal dari kepercayaan dan kesepakatan antar pengguna (ta'amul). Jika suatu aset digital diterima secara luas oleh komunitas (‘urf), ia bisa berfungsi sebagai mata uang.

    • Pandangan Kontra (Tidak Boleh): Ulama lain menolak status maal atau thaman untuk kripto karena tidak memiliki wujud fisik, tidak memiliki nilai intrinsik, dan tidak didukung oleh negara atau aset riil. Volatilitas yang ekstrem juga menjadikannya tidak layak sebagai penyimpan nilai yang stabil.

  2. Unsur Gharar (Ketidakpastian) dan Maysir (Perjudian)

    • Gharar: Ini adalah ketidakpastian yang berlebihan dalam suatu transaksi. Banyak ulama berpendapat bahwa volatilitas harga kripto yang ekstrem, ketiadaan aset dasar yang jelas, dan risiko penipuan yang tinggi menjadikannya mengandung unsur gharar yang signifikan.

    • Maysir: Ini adalah perjudian atau spekulasi murni. Transaksi kripto yang didorong oleh keinginan mendapatkan keuntungan cepat dari pergerakan harga, tanpa didasari nilai ekonomi riil, seringkali disamakan dengan maysir.

  3. Masalah Riba (Bunga) dan Aktivitas Terlarang

    • Meskipun perdagangan kripto secara langsung di pasar spot umumnya tidak dianggap riba, kekhawatiran muncul dalam aktivitas turunannya, seperti margin trading dan futures yang melibatkan pinjaman berbunga.

    • Penggunaan kripto dalam aktivitas ilegal seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme juga menjadi alasan bagi banyak lembaga untuk melarangnya, mengacu pada prinsip sadd al-dzariah (menutup pintu menuju kerusakan).



Rangkuman Fatwa dan Pandangan Hukum

Berikut adalah ringkasan putusan dan pandangan dari berbagai lembaga Islam yang menjadi referensi utama.

Institusi / CendekiawanTanggal PutusanPutusan UtamaAlasan Utama

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

9-11 November 2021

Haram sebagai mata uang. <br> Sah sebagai komoditas, jika memenuhi syarat.

Mengandung gharar, dharar, dan tidak diakui negara. Sah jika memiliki underlying asset dan manfaat yang jelas.

PWNU Jawa Timur

24 Oktober 2021

Haram

Dianggap aset fiktif, tidak memenuhi syarat sahnya jual beli barang dalam Islam.

PWNU D.I. Yogyakarta

21 November 2021

Halal

Bebas dari unsur gharar dan qimar. Sah sebagai komoditas berdasarkan kesepakatan (‘urf) ahli.

Muhammadiyah (Majelis Tarjih)

Januari 2022

Haram

Sifatnya spekulatif, mengandung gharar, dan maysir. Penggunaannya berpotensi menimbulkan bahaya (mafsadah).

Dar al-Ifta Mesir

Desember 2017

Haram

Nilai tidak pasti, tanpa regulasi, risiko penipuan tinggi, dan berdampak negatif pada ekonomi negara.

Securities Commission Malaysia

Bervariasi, sejak 2019

Patuh Syariah (untuk aset yang disetujui)

Aset digital diakui sebagai harta (maal). Diperbolehkan di bursa terdaftar setelah melalui proses penyaringan Syariah.

International Islamic Fiqh Academy (IIFA)

November 2019

Perlu penelitian lebih lanjut

Mengidentifikasi risiko signifikan, ketidakstabilan, dan kurangnya definisi yang jelas.

Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily

-

Tidak diperbolehkan (la yajuz)

Tanpa dukungan aset riil atau negara. Nilainya murni spekulatif, seperti gelembung.

Kerangka Kerja Kepatuhan Syariah & Rekomendasi

Melihat perbedaan pandangan yang ada, para ahli Syariah mulai mengembangkan kerangka kerja untuk menilai kepatuhan Syariah suatu aset digital. Ini mendorong munculnya proyek-proyek "kripto halal" seperti Islamic Coin (ISLM) yang didukung oleh aset riil atau dirancang dengan prinsip Syariah sejak awal.

Sebagai panduan bagi umat Muslim, berikut adalah beberapa rekomendasi:

  1. Lakukan Due Diligence: Pahami secara mendalam aset kripto yang akan Anda beli.

  2. Hindari Perdagangan Spekulatif: Jauhi aktivitas yang menyerupai judi, seperti margin trading atau futures.

  3. Utamakan Kripto yang Patuh Syariah: Cari aset digital yang didukung oleh aset riil atau telah mendapat persetujuan dari lembaga fatwa tepercaya.

  4. Patuhi Regulasi Lokal: Di Indonesia, kripto tidak legal sebagai alat pembayaran, tetapi diakui sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka yang diawasi Bappebti.

Kesimpulan

Perdebatan mengenai hukum cryptocurrency dalam Islam adalah cerminan dari bagaimana ajaran Islam beradaptasi dengan inovasi modern. Belum adanya konsensus final menunjukkan bahwa isu ini masih berkembang. Kunci utamanya terletak pada pemahaman mendalam, kehati-hatian, dan komitmen untuk hanya berinvestasi pada aset yang jelas-jelas sejalan dengan prinsip-prinsip Syariah.

Daftar Referensi (Works Cited)