Kajian Literatur Komprehensif Mengenai Status Halal-Haram Cryptocurrency dalam Perspektif Fikih Islam Berdasarkan Sumber-Sumber Terpercaya
1. Pendahuluan: Cryptocurrency dan Diskursus Hukum Islam
1.1. Definisi dan Kemunculan Cryptocurrency
Cryptocurrency, atau mata uang kripto, merupakan mata uang digital terdesentralisasi yang secara signifikan telah memengaruhi sistem keuangan global. Teknologi ini memungkinkan transaksi secara peer-to-peer tanpa memerlukan perantara, serta menawarkan transparansi, kekekalan (immutability), dan keamanan.1 Kemunculannya seringkali dilihat sebagai respons terhadap peningkatan pengawasan negara dan kontrol terpusat atas transaksi keuangan, dengan Bitcoin pada tahun 2009 menandai momen penting dalam perkembangannya.2 Istilah cryptocurrency sendiri berasal dari gabungan kata "kriptografi" (yang berarti rahasia) dan "currency" (yang berarti mata uang).3
Adopsi cryptocurrency yang pesat dan potensinya yang disruptif, termasuk di Indonesia, telah mendorong otoritas keagamaan untuk mengeluarkan panduan, meskipun kerangka regulasi formal seringkali masih dalam tahap pengembangan.1 Penting untuk dipahami bahwa aset kripto bukan sekadar mata uang; ia mencakup sistem teknologi yang kompleks, termasuk manajemen dompet digital (wallet), nodus (nodes), penambang (miners), protokol yang mendefinisikan sistem, dan kebijakan moneter jika berlaku.2 Lebih jauh, aset kripto juga dapat berwujud Non-Fungible Tokens (NFT), token keamanan, token utilitas, dan kontrak pintar (smart contracts), yang menjalankan fungsi-fungsi di luar peran uang sebagai alat tukar semata.21.2. Pertanyaan Fundamental Mengenai Kehalalan dalam Islam
Kemunculan cryptocurrency membawa perubahan revolusioner, namun sekaligus memunculkan berbagai tantangan dari perspektif fikih Islam.4 Diskursus mengenai studi fikih dan fatwa terkait cryptocurrency berlangsung secara luas di kalangan ulama dan institusi Islam, baik di tingkat nasional maupun internasional.6 Pertanyaan inti berkisar pada apakah interaksi dengan cryptocurrency—baik dalam bentuk investasi, perdagangan, maupun penggunaan sebagai alat pembayaran—sejalan dengan atau justru bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah yang telah mapan.
Dalam muamalat (transaksi komersial), kaidah umum menyatakan bahwa "hukum asal segala sesuatu adalah boleh" (al-aṣl fi al-ashyā’ al-ibāḥah), yang berarti bahwa hal-hal baru dianggap diperbolehkan kecuali terdapat dalil syar'i yang membuktikan sebaliknya.7 Meskipun demikian, karakteristik unik cryptocurrency menuntut kajian mendalam dan kehati-hatian.1.3. Ruang Lingkup dan Urgensi Kajian
Perbedaan pendapat dan fatwa yang beragam telah menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat Muslim.6 Isu ini bersinggungan langsung dengan aspirasi finansial individu Muslim di satu sisi, dan keharusan untuk mematuhi prinsip-prinsip ajaran Islam di sisi lain.1 Oleh karena itu, laporan ini bertujuan untuk menyintesis informasi dari sumber-sumber terpercaya guna memberikan kejelasan mengenai status hukum cryptocurrency dalam Islam.
Analisis fikih terhadap aset kripto menghadapi tantangan berlapis yang melampaui analogi sederhana dengan mata uang konvensional. Jika diskursus awal seringkali mencoba membandingkan cryptocurrency secara langsung dengan uang tradisional, perkembangan pemahaman menunjukkan bahwa "aset kripto" bersifat beragam, mencakup NFT, token utilitas, dan lain-lain, yang tidak semuanya berfungsi sebagai "mata uang".2 Keragaman ini mengimplikasikan bahwa penetapan hukum secara monolitik untuk semua jenis "kripto" menjadi problematis. Analisis fikih harus bersifat rinci, mempertimbangkan jenis dan fungsi spesifik dari aset kripto yang dikaji. Kurangnya pemahaman teknis di kalangan sebagian ahli fikih 2 dapat memperburuk keadaan ini, berpotensi mengarah pada penyederhanaan yang berlebihan. Oleh karena itu, laporan ini akan berusaha membedakan antara cryptocurrency yang digunakan sebagai alat tukar, sebagai aset spekulatif, dan bentuk-bentuk aset kripto lainnya, karena penilaian syariahnya mungkin berbeda.
2. Prinsip-Prinsip Dasar Keuangan Islam dalam Konteks Cryptocurrency
2.1. Konsep Maal (Harta) dan Thaman (Mata Uang/Harga) dalam Hukum Islam serta Aplikasinya pada Kripto
2.1.1. Definisi Maal
Dalam fikih Islam, maal (harta) secara umum didefinisikan oleh mayoritas ulama (Maliki, Syafi'i, Hambali) sebagai sesuatu yang memiliki nilai, dapat dipertukarkan, memiliki manfaat yang diperbolehkan syariah, dan menuntut ganti rugi jika dirusak.8 Mazhab Hanafi menambahkan syarat kemampuan untuk disimpan (storability) dan adanya kecenderungan alami manusia terhadapnya.8 Majallah al-Aḥkām al-ʿAdaliyyah mendefinisikan maal sebagai sesuatu yang secara alami diinginkan manusia, dapat disimpan hingga dibutuhkan, dan mencakup aset bergerak maupun tidak bergerak.8
Ulama kontemporer seperti ʿAlī Muḥyī al-Dīn al-Qarahdāghī menjelaskan maal sebagai setiap objek atau hak yang memiliki nilai material atau manfaat berdasarkan konvensi, sementara Hashim Kamali mendefinisikannya sebagai sesuatu yang memiliki nilai untuk dibeli dan menuntut kompensasi jika dirusak.8 Berdasarkan berbagai definisi tersebut, kriteria al-maal dapat diringkas sebagai berikut: secara alami diinginkan (memiliki nilai komersial), dapat dimiliki dan dikuasai, dapat disimpan, bermanfaat menurut syariah, serta kepemilikannya dapat dialihkan.8 Al-Qur'an sendiri menekankan penghormatan terhadap harta melalui firman-Nya, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu" (An-Nisa': 29) 8, dan "Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan..." (Al-A'raf: 31).82.1.2. Apakah Cryptocurrency Termasuk Maal?
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama. Sebagian berpendapat bahwa cryptocurrency dapat dikategorikan sebagai maal karena memiliki nilai di antara penggunanya, dapat dimiliki (melalui penambangan atau pembelian dan disimpan di dompet elektronik), digunakan untuk transaksi, dapat disimpan, dan dialihkan secara aman melalui teknologi blockchain.8 Nilainya dianggap berasal dari kepercayaan dan adopsi pengguna (taʿāmul dan iṣtilāḥ).8 Securities Commission Malaysia, misalnya, mengakui aset digital yang diregulasi sebagai maal.11
Di sisi lain, sebagian ulama menolak status maal bagi cryptocurrency dengan alasan ketiadaan utilitas intrinsik, volatilitas tinggi, dan tidak adanya wujud fisik.13 PWNU Jawa Timur, misalnya, memandangnya sebagai aset fiktif, bukan 'ain musyahadah (objek yang dapat disaksikan) maupun sya 'in mauṣuf fi aż-żimmah (liabilitas utang yang dapat dideskripsikan).142.1.3. Definisi Thaman (Mata Uang/Harga)
Karakteristik mata uang (thaman) meliputi fungsinya sebagai penyimpan nilai (store of value), alat tukar (medium of exchange), dan satuan hitung (unit of account).8 Syariah tidak membatasi mata uang hanya pada emas (dinar) dan perak (dirham).8 Taʿāmul (penggunaan umum) dan iṣtilāḥ (kesepakatan sosial) merupakan faktor penting dalam menentukan status mata uang, dan tidak selalu memerlukan otorisasi bank sentral.82.1.4. Apakah Cryptocurrency Termasuk Thaman?
Pendapat ulama juga terbagi. Sebagian, seperti Mufti Faraz Adam, berpendapat bahwa jika masyarakat menggunakan dan menukarnya, maka ia dapat dianggap sebagai mata uang berdasarkan 'urf al-khass (kebiasaan khusus dalam suatu komunitas atau ekosistem).10 Sistem peer-to-peer yang dimilikinya mendukung fungsinya sebagai mata uang.13
Namun, banyak institusi (seperti MUI) dan ulama menolak statusnya sebagai mata uang karena volatilitasnya yang tinggi, ketiadaan dukungan atau regulasi negara, dan ketidakmampuannya memenuhi semua fungsi moneter secara memuaskan saat ini.1 Dr. Imron Mawardi menegaskan bahwa "uang bukanlah komoditas" 3, menyiratkan bahwa jika cryptocurrency dianggap sebagai mata uang, ia harus tunduk pada aturan pertukaran mata uang (sharf), bukan jual beli komoditas.
Perdebatan mengenai apakah cryptocurrency dapat dikategorikan sebagai maal atau thaman sangat dipengaruhi oleh interpretasi definisi klasik dalam konteks digital modern. Konsep 'urf (adat kebiasaan atau praktik umum) memainkan peran signifikan dalam diskursus ini.8 Jika suatu aset digital mendapatkan penerimaan luas dan menjalankan fungsi kekayaan atau mata uang dalam suatu komunitas atau ekosistem, status syariahnya sebagai maal atau thaman dapat diperdebatkan, bahkan tanpa atribut fisik tradisional atau penerbitan oleh negara. Keputusan PWNU Yogyakarta yang memperbolehkan cryptocurrency, sebagian didasarkan pada 'urf dan masukan ahli 14, menjadi contoh nyata dari pendekatan ini. Hal ini mengindikasikan bahwa seiring dengan semakin terintegrasi dan dipahaminya cryptocurrency, perspektif syariah mungkin dapat berkembang, terutama jika jenis kripto tertentu menunjukkan stabilitas dan utilitas. Dinamika 'urf berarti apa yang tidak dianggap maal atau thaman hari ini mungkin dapat berubah di masa depan, atau sebaliknya.
2.2. Analisis Gharar (Ketidakpastian Berlebihan) dalam Transaksi Cryptocurrency
2.2.1. Definisi Gharar
Gharar adalah istilah Arab yang merujuk pada ketidakpastian, penipuan, risiko, atau bahaya.21 Secara klasik, ia digambarkan sebagai "penjualan atas sesuatu yang belum ada".21 Gharar dilarang dalam Islam berdasarkan Hadis Nabi Muhammad SAW: "Rasulullah SAW melarang jual beli gharar..." (HR. Tirmidzi dari Abu Hurairah) 22, dan "Janganlah engkau menjual apa yang tidak ada padamu".21 Landasan Al-Qur'an ditemukan dalam larangan memakan harta secara batil: "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil..." (Al-Baqarah: 188, An-Nisa': 29 – ditafsirkan sebagai larangan praktik bisnis yang merugikan termasuk gharar).21
Gharar dapat timbul dari kepemilikan yang tidak jelas, keberadaan atau kualitas komoditas yang tidak pasti, atau konsekuensi yang tersembunyi akibat kurangnya keterbukaan atau informasi.21 Gharar ringan mungkin dapat ditoleransi, namun gharar yang berlebihan atau substansial dilarang.212.2.2. Gharar dalam Cryptocurrency
Gharar menjadi salah satu perhatian utama bagi MUI, Muhammadiyah, PWNU Jawa Timur, Dar al-Ifta Mesir, dan banyak ulama lainnya dalam menilai cryptocurrency.1 Sumber-sumber gharar dalam cryptocurrency meliputi:
Volatilitas Harga Ekstrem: Fluktuasi harga yang cepat dan tidak terduga.1
Ketiadaan Nilai Intrinsik/Dukungan Aset Riil: Bagi banyak cryptocurrency, nilainya tidak terikat pada aset fisik, menimbulkan ketidakpastian mengenai nilai fundamentalnya.1
Ambiguitas dalam Produksi dan Penerbitan: Bagi sebagian kripto, penciptanya tidak diketahui (misalnya, Satoshi Nakamoto), dan mekanisme penerbitannya bisa rumit.5
Asimetri Informasi dan Kompleksitas: Teknologi yang mendasarinya bisa sulit dipahami oleh pengguna awam.2
Ketidakpastian Pengiriman/Penyelesaian: Meskipun blockchain bertujuan untuk kepastian, risiko peretasan atau kegagalan teknis yang menyebabkan kerugian tetap ada.5
Namun demikian, PWNU Yogyakarta, setelah berkonsultasi dengan para ahli, menyimpulkan bahwa Bitcoin terbebas dari gharar.6 Sebagian ulama, seperti Mufti Abu-Bakar, berpendapat bahwa semua aset keuangan memiliki unsur spekulasi; batasannya adalah pada risiko yang "berlebihan".10
2.3. Penilaian Maysir/Qimar (Perjudian/Spekulasi) di Pasar Kripto
2.3.1. Definisi Maysir/Qimar
Maysir merujuk pada perjudian, permainan untung-untungan, atau memperoleh kekayaan dengan mudah melalui kebetulan semata, bukan melalui usaha produktif.1 Maysir dilarang keras dalam Al-Qur'an: "Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi (maysir), (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan." (Al-Maidah: 90).232.3.2. Maysir/Qimar dalam Cryptocurrency
Unsur maysir atau qimar juga menjadi alasan pelarangan oleh MUI, Muhammadiyah, dan lainnya.1 Sifat perdagangan cryptocurrency yang sangat spekulatif, yang bertujuan mencari keuntungan cepat dari pergerakan harga tanpa didasari aktivitas ekonomi riil, dipandang serupa dengan perjudian.1 Perdagangan binary option crypto secara eksplisit disebut sebagai maysir karena karakteristik "permainan zero-sum" nya.3 Day trading atau scalping dengan niat spekulatif juga sering dianggap haram karena menyerupai maysir.16 Sebaliknya, pandangan PWNU Yogyakarta menyiratkan tidak adanya unsur qimar dalam Bitcoin berdasarkan penilaian mereka.6
Pembedaan antara investasi yang sah dan perjudian (maysir) menjadi sangat penting namun seringkali kabur dalam diskusi mengenai cryptocurrency. Meskipun maysir jelas dilarang, syariah mengizinkan investasi yang sah. Tantangan utama pada cryptocurrency adalah menentukan kapan perdagangan melintasi batas dari investasi (yang didasarkan pada utilitas aset atau nilai jangka panjang) menjadi spekulasi murni (maysir). Beberapa pandangan 10 menyoroti hal ini: Mufti Abu-Bakar mencatat bahwa semua aset memiliki tingkat spekulasi tertentu, dan niat menjadi faktor penentu (apakah untuk menyimpan nilai atau berjudi). Sifat "permainan zero-sum" dari beberapa aktivitas kripto 3 merupakan indikator yang lebih jelas dari maysir. Oleh karena itu, perlu dieksplorasi kriteria yang digunakan ulama syariah untuk membedakan pengambilan risiko yang diperbolehkan dalam investasi dari perjudian yang dilarang, terutama dalam konteks aset yang sangat fluktuatif. Niat pelaku transaksi dan sifat aset/platform kripto menjadi kunci.
2.4. Isu Riba (Bunga/Rente) dalam Cryptocurrency dan Aktivitas Terkait
2.4.1. Definisi Riba
Larangan transaksi berbasis bunga adalah salah satu pilar utama keuangan Islam.16 Riba dianggap tidak adil dan eksploitatif. Al-Qur'an melarang riba, misalnya dalam Surah Al-Baqarah ayat 275-281.302.4.2. Riba dalam Cryptocurrency
Pembelian atau penjualan langsung cryptocurrency seperti Bitcoin di pasar spot umumnya tidak dianggap riba jika merupakan pertukaran aset dengan aset lainnya dan memenuhi syarat pertukaran (sharf).16
Kekhawatiran mengenai riba muncul dalam konteks:
Pinjam-meminjam Kripto dengan Bunga: Jika cryptocurrency dipinjamkan dengan jaminan pengembalian lebih, maka itu merupakan riba.
Margin Trading dan Futures: Seringkali melibatkan penggunaan dana pinjaman (leverage), yang dapat terstruktur menyerupai pinjaman berbunga.16 Praktik ini umumnya dianggap haram karena adanya unsur riba dari leverage dan ketidakpastian (gharar) yang tinggi.16
Imbal Hasil Staking: Statusnya diperdebatkan. Jika staking memberikan imbal hasil tetap yang dijamin, mirip bunga, maka bisa bermasalah.16 Namun, jika imbal hasil staking berasal dari partisipasi dalam validasi jaringan (seperti upah atas jasa) dan aset kripto serta aktivitas jaringannya sesuai syariah, maka bisa diperbolehkan.16 Islamic Coin (ISLM) dan Goldsand menawarkan staking yang diklaim sesuai syariah.16 Fatwa Dewan Islam Suriah menyebutkan bahwa sekalipun kripto diperbolehkan, ia tidak boleh dicampur dengan bunga (riba) yang berlebihan.5
2.5. Prinsip-Prinsip Relevan Lainnya:
2.5.1. Dharar (Bahaya/Kerugian)
Prinsip menghindari atau menghilangkan bahaya adalah fundamental dalam syariah (la ḍarar wa lā ḍirār).26 MUI dan lembaga lain menyebutkan dharar sebagai alasan pelarangan, merujuk pada potensi kerugian bagi individu, dampak ekonomi negatif, dan penggunaan dalam aktivitas terlarang.1 Muhammadiyah menggunakan kaidah sadd al-dzariah (menutup jalan menuju kerusakan) jika penggunaan kripto lebih banyak menimbulkan mudarat daripada maslahat.62.5.2. Sil'ah (Komoditas) dan Syarat-Syaratnya
Agar suatu barang dapat menjadi objek jual beli yang sah (sil'ah) dalam Islam, ia umumnya harus memenuhi syarat-syarat tertentu: memiliki wujud fisik (wujud fisik), memiliki nilai (nilai), diketahui jumlahnya secara pasti (diketahui jumlahnya secara pasti), dimiliki secara sah (hak milik), dan dapat diserahkan kepada pembeli (bisa diserahkan ke pembeli).1
MUI berpendapat bahwa cryptocurrency yang tidak memenuhi syarat-syarat ini (terutama ketiadaan wujud fisik dan aset dasar yang jelas) bukanlah sil'ah yang sah untuk diperdagangkan.1 Pandangan serupa diungkapkan oleh Dr. Imron Mawardi.3 Namun, MUI juga menyatakan bahwa cryptocurrency sebagai komoditas/aset yang memenuhi syarat sil'ah, memiliki aset dasar, dan manfaat yang jelas, hukumnya sah untuk diperjualbelikan.1 PWNU Yogyakarta menganggap kripto boleh sebagai komoditas (al-muthman), yang mengisyaratkan pemenuhan kriteria sil'ah menurut pandangan mereka.62.5.3. Signifikansi Underlying Assets (Aset Dasar)
Ketiadaan underlying asset (aset dasar) yang jelas menjadi perhatian utama banyak ulama dan institusi.1 Hal ini terkait erat dengan kekhawatiran akan gharar dan nilai spekulatif. Cryptocurrency yang didukung oleh aset riil (misalnya emas seperti pada OneGram, HelloGold, Islamic Coin) umumnya dipandang lebih positif karena mengurangi beberapa kekhawatiran ini.1 Draf standar AAOIFI untuk Sukuk (SS 62) yang menekankan pentingnya asset-backing dibandingkan asset-basing 38 mencerminkan preferensi syariah yang lebih luas terhadap transaksi yang terkait dengan aset riil, sebuah prinsip yang juga relevan dalam diskusi kripto.
Kriteria "aset dasar" menjadi titik perdebatan utama dan pendorong inovasi yang sesuai dengan syariah. Banyak interpretasi klasik tentang maal dan objek perdagangan yang sah menekankan pada keberwujudan fisik atau nilai yang jelas dan ada. Ketiadaan padanan fisik langsung atau dukungan aset riil untuk banyak cryptocurrency (seperti Bitcoin) menjadi kendala utama bagi para ahli fikih konservatif.17 Hal ini secara langsung mendorong pengembangan cryptocurrency yang "didukung aset" atau "sesuai syariah" (OneGram, Islamic Coin – 1) yang mencoba memenuhi persyaratan ini dengan menghubungkan token digital ke aset dunia nyata seperti emas. Perdebatan ini bukan hanya tentang kripto itu sendiri, tetapi tentang bagaimana keuangan Islam beradaptasi dengan representasi nilai yang murni digital. Keberhasilan dan penerimaan syariah terhadap token yang didukung aset dapat membuka jalan bagi adopsi kripto yang lebih luas di kalangan Muslim, sementara token yang tidak didukung aset mungkin akan terus menghadapi skeptisisme dari banyak pihak. Ini juga terkait dengan sikap AAOIFI yang lebih ketat terhadap dukungan aset untuk Sukuk 38, yang menunjukkan prinsip yang konsisten.
Keterkaitan antara berbagai larangan syariah menjadi jelas dalam kritik terhadap cryptocurrency. Ketiadaan aset dasar yang jelas dan stabil 1 bagi banyak kripto menimbulkan pertanyaan tentang nilai intrinsiknya, yang bagi sebagian ahli fikih membuatnya berpotensi tidak dianggap sebagai maal dalam pengertian tradisional. Kurangnya nilai intrinsik yang stabil ini berkontribusi signifikan terhadap volatilitas harga yang tinggi.1 Volatilitas tinggi dan ketergantungan pada sentimen pasar daripada nilai yang nyata menciptakan ketidakpastian (gharar) yang berlebihan mengenai nilai masa depan dan harga yang wajar.1 Lingkungan dengan gharar dan volatilitas tinggi ini secara alami mendorong perilaku spekulatif (maysir), karena partisipan mungkin bertaruh pada pergerakan harga daripada terlibat dalam aktivitas ekonomi yang menciptakan nilai.1 Implikasinya, menangani satu kekhawatiran (misalnya, dengan memperkenalkan dukungan aset) berpotensi mengurangi kekhawatiran lainnya, menunjukkan perlunya penilaian syariah yang holistik.
Terdapat pula ketegangan inti antara konsep kelangkaan digital (misalnya, batas 21 juta Bitcoin 39) sebagai sumber nilai, versus penekanan syariah tradisional pada nilai intrinsik atau utilitas agar sesuatu dianggap maal atau thaman. Pendukung kripto berpendapat nilainya, seperti mata uang fiat, dapat berasal dari konsensus sosial (istilah), penggunaan umum (ta'amul), dan utilitas yang diberikannya dalam jaringannya.8 Kritikus berpendapat bahwa tanpa kaitan dengan aset atau layanan produktif dunia nyata, atau dukungan negara yang menjamin penerimaan, nilai ini murni spekulatif dan tidak memiliki substansi yang disyaratkan syariah.17 Kelangkaan digital saja tidak dilihat setara dengan utilitas emas atau dukungan negara. Perdebatan ini mendorong penyelidikan fikih yang lebih dalam tentang apa yang merupakan "nilai" di era digital.
Sementara perdagangan kripto spot mungkin menghindari riba, ekosistem Keuangan Terdesentralisasi (DeFi) yang dibangun di atas cryptocurrency memperkenalkan skenario baru dan kompleks yang dapat melibatkan transaksi mirip riba.16 Riba tradisional sering melibatkan pemberi pinjaman dan peminjam yang jelas dengan bunga yang ditetapkan. Protokol DeFi (misalnya, kumpulan pinjaman, yield farming) dapat mengotomatiskan proses ini melalui kontrak pintar, terkadang mengaburkan hubungan langsung pemberi pinjaman-peminjam atau sifat "pengembalian". Menentukan apakah pengembalian dari protokol DeFi adalah bagi hasil yang diperbolehkan dari aktivitas produktif, biaya layanan, atau pengembalian terjamin yang dilarang atas "pinjaman" aset kripto memerlukan analisis teknis dan fikih yang bernuansa untuk setiap protokol spesifik. Hal ini menunjukkan bahwa para sarjana dan praktisi keuangan Islam perlu mengembangkan kerangka kerja canggih untuk menganalisis produk DeFi.
3. Perspektif dari Otoritas Islam di Indonesia
3.1. Majelis Ulama Indonesia (MUI): Analisis Rinci Fatwa dan Pertimbangannya
Fatwa MUI mengenai cryptocurrency dikeluarkan melalui Ijtima Ulama Komisi Fatwa MUI ke-7 di Jakarta pada tanggal 9-11 November 2021.1
Hukum Cryptocurrency sebagai Mata Uang (Mata Uang): Dinyatakan haram.
Alasannya adalah karena mengandung unsur gharar (ketidakpastian), dharar (bahaya), dan bertentangan dengan Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang serta Peraturan Bank Indonesia No. 17 Tahun 2015.1 Volatilitas yang ekstrem juga dianggap dapat merugikan salah satu pihak dan tidak sesuai dengan prinsip keadilan Islam.18
Hukum Cryptocurrency sebagai Komoditas/Aset Digital (Komoditi/Aset Digital):
Secara umum, dinyatakan tidak sah diperjualbelikan (tidak sah diperjualbelikan) jika mengandung gharar, dharar, qimar (perjudian), dan tidak memenuhi syarat-syarat sil'ah (barang yang dapat diperjualbelikan) menurut syariah.1
Syarat sil'ah yang tidak terpenuhi oleh kripto jenis ini meliputi: ketiadaan wujud fisik, nilai yang tidak jelas/pasti, hak milik yang tidak sah, dan ketidakmampuan untuk diserahkan secara fisik kepada pembeli.1
Cryptocurrency sebagai Komoditas/Aset yang Diperbolehkan:
Dinyatakan sah untuk diperjualbelikan jika memenuhi syarat-syarat sil'ah secara syar'i, memiliki underlying asset (aset dasar) yang jelas, serta memiliki manfaat yang jelas (manfaat yang jelas).1 Transaksi juga harus dilakukan dengan prinsip keadilan dan transparansi.18
Metodologi Fikih: Fatwa MUI menggunakan metode qiyas (analogi), dengan menyamakan perdagangan cryptocurrency yang spekulatif dengan perjudian karena ketidakjelasan keuntungan atau barang yang diperoleh. Selain itu, MUI juga merujuk langsung pada nash (Al-Qur'an/Hadis) dan qaulī (pendapat ulama) 1, serta mempertimbangkan peraturan pemerintah yang berlaku.6
Dampak: Fatwa ini mendorong pendekatan yang lebih hati-hati di kalangan investor Muslim di Indonesia dan memicu eksplorasi alternatif yang sesuai dengan syariah.1
3.2. Nahdlatul Ulama (NU):
3.2.1. Putusan dan Dasar Hukum PWNU Jawa Timur:
Berdasarkan keputusan Bahtsul Masail PWNU Jawa Timur pada 24 Oktober 2021, cryptocurrency dihukumi Haram.14
Alasannya, kripto dianggap sebagai aset fiktif yang tidak sah untuk diperjualbelikan.14 Ia tidak memenuhi tujuh syarat barang yang dapat diperjualbelikan dalam Islam (harus suci, dapat dimanfaatkan pembeli secara sah, dapat diserahterimakan secara fisik, pihak yang berakad menguasai akad, mengetahui fisik dan karakteristik barang, bebas riba, aman dari kerusakan hingga sampai ke pembeli).42 Kripto juga dinilai tidak sesuai dengan prinsip Islam untuk barang yang legal dan dapat diperdagangkan serta mengandung ketidakpastian.6
Metodologi Fikih: Menggunakan metode ilhãqi (analogi dengan menyamakan kasus baru dengan hukum yang sudah ada berdasarkan kesamaan karakteristik), merujuk pada kitab-kitab klasik seperti Hilyatu al-Ulama' karya Abu Bakar dan Hasyiyah Bujairany ala al-Khatib karya Syaikh Bujairami, untuk menyimpulkan bahwa kripto tidak dapat dikategorikan sebagai barang yang dapat diperdagangkan.6
3.2.2. Putusan dan Dasar Hukum PWNU D.I. Yogyakarta:
Berdasarkan keputusan Bahtsul Masail PWNU D.I. Yogyakarta pada 21 November 2021, penggunaan cryptocurrency (khususnya Bitcoin) diperbolehkan sebagai komoditas (sil'ah) atau alat tukar (al-tsaman / al-muthman).1
Alasannya, dinilai bebas dari unsur gharar dan qimar.6 Kripto memenuhi syarat sebagai alat tukar/komoditas karena memiliki manfaat (muntafa'), dapat dialihkan (maqdur 'ala taslimih), dan jenis/sifatnya dapat diakses oleh pihak yang bertransaksi (ma'luman lil 'aqidain).6 Keputusan ini melibatkan konsultasi dengan praktisi dan ahli blockchain.1 Berdasarkan 'urf (praktik kebiasaan/konsensus ahli), kripto tidak menimbulkan masalah karena unsur gharar dan qimar tidak terbukti.1
Metodologi Fikih: Juga menggunakan metode ilhãqi, merujuk pada kitab-kitab klasik dan kontemporer seperti Fiqh Islam Wa Adillatuhu karya Wahbah Zuhaili, Fiqh Muamalat karya Abdul Aziz, Al-Ashibah Wa An-Nadlo'ir karya As-Suyuti, dan Ihya' Ulum al-din karya Al-Ghazali.6 Menekankan sifat dinamis hukum ekonomi Islam (an-nadzar ila al-ma'ani) dan bahwa jenis alat tukar mengikuti adat masyarakat ('urf).14
3.2.3. Analisis Perbandingan Perbedaan Regional NU dan Metodologi Fikih:
Baik PWNU Jawa Timur maupun PWNU D.I. Yogyakarta menggunakan metode ilhãqi, namun kesimpulan yang berbeda muncul dari perbedaan rujukan kitab klasik dan kontemporer serta penilaian mereka apakah kripto memenuhi wajh al-ilhãq (faktor kesamaan) dengan barang yang diperbolehkan.6
Keterlibatan ahli blockchain dan penggunaan 'urf (praktik umum yang diterima dan pemahaman ahli) oleh PWNU Yogyakarta menjadi faktor signifikan dalam keputusan permisif mereka, berbeda dengan pendekatan PWNU Jawa Timur yang lebih berorientasi pada teks mengenai syarat-syarat barang yang dapat diperdagangkan.1
Ini menyoroti keragaman internal dalam organisasi besar seperti NU, yang mencerminkan kecenderungan yurisprudensi dan pendekatan yang berbeda terhadap isu-isu modern.
3.3. Muhammadiyah (Majelis Tarjih dan Tajdid): Tinjauan Mendalam Fatwa dan Rasionalnya:
Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah yang dikeluarkan sekitar Januari 2022 menyatakan cryptocurrency haram.23
Hukum Cryptocurrency sebagai Alat Investasi: Dinyatakan haram.
Alasannya: Sifatnya sangat spekulatif dengan fluktuasi nilai yang ekstrem dan tidak wajar.23 Mengandung unsur gharar (ketidakpastian/ambiguitas) karena hanya berupa angka tanpa underlying asset (aset dasar seperti emas) yang menjamin nilainya.23 Aspek-aspek ini dilarang berdasarkan perintah Allah dan Hadis Nabi (HR. Muslim untuk gharar, QS. Al-Maidah: 90 untuk maysir).23 Tidak memenuhi nilai-nilai Etika Bisnis menurut Muhammadiyah.23
Hukum Cryptocurrency sebagai Alat Tukar: Dinyatakan haram.
Alasannya: Meskipun secara prinsip dasar muamalah mungkin menyerupai barter (boleh jika ada kerelaan, tidak merugikan, dan tidak melanggar aturan), penggunaannya menjadi bermasalah ketika ditinjau melalui kaidah sadd al-dzariah (mencegah kerusakan).6
Syarat sebagai mata uang tidak terpenuhi: Belum dilegalkan/diterima oleh negara Indonesia (yang diwakili bank sentral) dan tidak ada otoritas resmi yang bertanggung jawab, sehingga menimbulkan kekhawatiran terkait perlindungan konsumen.23 Jika digunakan, ia lebih banyak menimbulkan mafsadah (kerusakan) daripada maslahah (kemanfaatan).6
Metodologi Fikih: Secara eksplisit menggunakan sadd al-dzariah untuk aspek alat tukar.6 Mengandalkan larangan langsung terhadap gharar dan maysir dari Al-Qur'an dan Hadis untuk aspek investasi.23
Fatwa-fatwa di Indonesia, seperti yang dikeluarkan oleh MUI dan Muhammadiyah 1, seringkali merujuk pada ketidaksesuaian dengan hukum nasional (UU Mata Uang, Peraturan Bank Indonesia) dan kurangnya pengakuan negara sebagai faktor yang berkontribusi terhadap larangan. Hal ini menunjukkan bahwa bagi lembaga-lembaga ini, kepatuhan syariah tidak dinilai dalam ruang hampa, melainkan terkait erat dengan kerangka hukum dan peraturan negara, yang mencerminkan kepedulian terhadap ketertiban umum dan kepastian hukum (maslahah 'ammah). Prinsip sadd al-dzariah yang digunakan oleh Muhammadiyah 6 juga sering diterapkan ketika ada potensi kerugian sosial atau celah regulasi. Ini mengindikasikan bahwa perubahan dalam peraturan pemerintah Indonesia mengenai kripto berpotensi memengaruhi fatwa-fatwa di masa depan dari lembaga-lembaga ini, atau setidaknya sebagian dari pertimbangan mereka, meskipun kekhawatiran inti syariah seperti gharar kemungkinan akan tetap ada.
Tabel 1: Ringkasan Putusan Lembaga Islam Besar di Indonesia mengenai Cryptocurrency
Penempatan: Akhir Bagian 3.
Isi:
* **Alasan Nilai Tabel:** Tabel ini sangat penting untuk memberikan gambaran umum yang jelas, ringkas, dan komparatif mengenai sikap lembaga-lembaga Islam paling berpengaruh di Indonesia. Hal ini memungkinkan pemahaman cepat tentang pandangan-pandangan dominan lokal dan argumen yurisprudensi utama mereka, yang sangat relevan dengan permintaan pengguna tentang "halal-haram Crypto" dari "sumber terpercaya" dalam konteks Indonesia.
4. Perspektif dari Badan Islam Internasional dan Cendekiawan Muslim
4.1. International Islamic Fiqh Academy (IIFA - OKI): Resolusi 237 (24/8) dan Wacana Ilmiah Berkelanjutan
Resolusi No. 237 (8/24) tentang Mata Uang Elektronik, yang dikeluarkan pada November 2019 4, mengakui kemunculan dan karakteristik cryptocurrency (seperti koin, altkoin, token), desentralisasi, dan teknologi blockchain. Resolusi ini juga mengidentifikasi risiko, terutama fluktuasi nilai tukar.
Dalam hal penetapan hukum Syariah, IIFA menyimpulkan bahwa penelitian dan diskusi lebih lanjut diperlukan mengenai isu-isu krusial yang memengaruhi putusan Syariah. Ini termasuk definisi akurat dari cryptocurrency (apakah itu produk, manfaat, aset investasi, atau aset digital?) dan apakah cryptocurrency dianggap oleh Syariah memiliki nilai riil dan merupakan barang yang dapat diperdagangkan. IIFA merekomendasikan untuk melanjutkan penelitian dan studi karena risiko signifikan dan ketidakstabilan transaksi yang terkait dengan jenis mata uang ini.4
Tantangan berkelanjutan yang diidentifikasi meliputi kurangnya definisi standar dan terminologi yang tidak konsisten 4; kompleksitas teknologi yang menyebabkan kesalahpahaman di kalangan ahli fikih 2; kesalahpahaman umum yang menyamakan semua kripto dengan Bitcoin dan mengabaikan keragamannya 4; kurangnya studi Fikih yang komprehensif dan kerangka penelitian terstruktur untuk analisis objektif 4; ketidaksepakatan mengenai apakah kripto memenuhi kriteria moneter esensial 4; serta kekhawatiran tentang volatilitas, kurangnya nilai intrinsik, dan kerentanan terhadap Gharar dan atribut mirip perjudian.44.2. Dar al-Ifta Mesir: Fatwa dan Argumen Rinci
Grand Mufti Mesir, Shawky Ibrahim Allam, mengeluarkan fatwa pada Desember 2017 yang menyatakan bahwa segala bentuk penggunaan cryptocurrency (termasuk membeli, menjual, dan menyewakan—dengan Bitcoin sebagai contoh standar) adalah haram (dilarang).25
Alasan pelarangan tersebut meliputi 25:
Ketidakpastian dan Kurangnya Kejelasan: Ketidakpastian mengenai nilainya, kurangnya kejelasan mengenai tempat penerbitannya karena sifatnya yang hanya digital.
Tidak Adanya Badan Pengatur: Tidak ada pengawasan untuk transaksi.
Aktivitas Penipuan & Risiko Tinggi: Digambarkan sebagai aktivitas penipuan karena risikonya yang tinggi, jauh lebih tinggi daripada pasar keuangan lainnya.
Dampak Ekonomi Negatif: Merugikan ekonomi secara umum, keseimbangan pasar, dan "konsep kerja" (mafhūm al-ʿamal). Merugikan mata uang yang dikeluarkan negara dan kebijakan fiskal karena negara tidak dapat mengelola peredarannya.
Penggunaan Terlarang: Dapat digunakan untuk penghindaran pajak, pencucian uang, pendanaan kelompok kriminal/teroris, perdagangan senjata/narkoba.
Kekhawatiran Keamanan: Sifat digitalnya memerlukan teknologi enkripsi, salinan cadangan, perlindungan virus yang tidak tersedia bagi sebagian besar pengguna. Situs transaksi/dompet rentan terhadap peretasan, yang menyebabkan kerugian besar yang tidak dapat dipulihkan (tidak ada pihak yang bertanggung jawab seperti bank).
Pemalsuan dan Manipulasi Harga: Kurangnya langkah-langkah keamanan terhadap hal ini, sehingga disebut ghashsh (penipuan), dengan merujuk pada hadis "barangsiapa menipu kami bukanlah dari golongan kami" dan kaidah fikih la ḍarar wa lā ḍirār (tidak boleh membahayakan diri sendiri atau orang lain).
Prerogatif Negara: Mata uang dan kebijakan moneter adalah hak prerogatif otoritas negara terpusat (bank sentral) untuk mencegah penipuan moneter.
Fatwa ini secara signifikan memengaruhi sikap hukum Mesir, yang tercermin dalam Undang-Undang Bank Sentral dan Sektor Perbankan No. 194 Tahun 2020, yang melarang aktivitas kripto tanpa izin.25 Meskipun demikian, Mufti Allam mengakui perlunya studi mendalam lebih lanjut untuk menentukan penyesuaian dan regulasi demi potensi penerimaan di masa depan.26
4.3. Pandangan dari Cendekiawan dan Institusi Arab Saudi
Sikap resmi di Arab Saudi cenderung hati-hati. Bank Sentral Arab Saudi (SAMA) telah mengeluarkan peringatan tentang risiko kripto (2018) dan memperketat larangan transaksi keuangan dengannya (2021). Terdapat larangan total penggunaan kripto dalam sistem perbankan. Kepemilikan pribadi tidak dituntut, tetapi perdagangan dan pertukaran sangat dibatasi.44 Pendekatan hati-hati ini disebabkan oleh pembatasan terkait Syariah.46
Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily 1 menganggap transaksi cryptocurrency tidak diperbolehkan (la yajuz).40 Alasannya adalah karena cryptocurrency tidak memiliki dukungan kekuatan ekonomi, emas, perak, atau aset pemberi nilai lainnya. Nilainya semata-mata ditentukan oleh pergerakan pasar. Tidak ada penjamin atau dukungan negara; pemiliknya bisa saja menutup situsnya. Menginvestasikan uang di dalamnya seperti membuang-buang uang. Beliau membandingkannya dengan gelembung yang mengembang, tampak menarik saat membesar tetapi pasti akan pecah.40 Mengenai Syaikh Abdullah bin Sulaiman al-Manea, tidak ada teks fatwa rinci atau argumen komprehensif langsung darinya yang terdapat dalam materi yang disediakan.40 Laporan ini perlu mencatat kurangnya informasi spesifik untuk al-Manea dari materi yang tersedia.
Secara umum, Arab Saudi mempromosikan Mata Uang Digital Bank Sentral (CBDC) sendiri (Proyek Aber bersama UEA) sebagai alternatif.444.4. Wawasan dari Cendekiawan Terkemuka Lainnya
Dr. Ali al-Qaradaghi (Sekretaris Jenderal Persatuan Ulama Muslim Internasional - IUMS): 5
Mengeluarkan fatwa video pada Februari 2022. Investasi dalam cryptocurrency seperti Bitcoin dilarang (haram) berdasarkan tahrim al-wasaʾil (larangan sarana – untuk melindungi harta, ḥifāẓa ʿalā māl). Alasannya, cryptocurrency bukanlah mata uang yang sah (ʿumla) karena tidak memiliki dukungan negara dan nilai intrinsik; ia lebih merupakan algoritma daripada klaim properti (ḥaqq mālī). Ia juga tidak memiliki elemen nilai seperti emas/perak dan tidak diatur oleh pemerintah. Cara penanganan uangnya berpotensi membahayakan atau mengarah pada riba. Dr. Al-Qaradaghi menyerukan agar negara-negara Islam mengadopsi cryptocurrency dengan menerbitkannya sendiri (memberikan dukungan negara) dan menciptakan sistem yang teregulasi.Dewan Islam Suriah (SIC) (November 2019): 5
Menyatakan cryptocurrency "seperti bitcoin" adalah ḥarām. Alasannya meliputi risiko tinggi yang melekat (kerugian digital akibat kerusakan/peretasan), ambiguitas produksi, kurangnya titik acuan untuk penilaian, tidak adanya kontrol regulasi atas likuiditas pasar, potensi pencucian uang dan aktivitas ilegal, serta kemiripan dengan perjudian. Namun, tidak akan dilarang jika risiko-risiko tersebut dihilangkan, otoritas terpusat yang andal menetapkan harga dan mencegah manipulasi, serta tidak dicampur dengan riba.Mufti Taqi Usmani: Berpendapat bahwa kurangnya nilai intrinsik dan sifat spekulatif membuat cryptocurrency tidak sesuai dengan Syariah.10
Dr. Abdulazeem Abozaid (HBKU): Cryptocurrency belum memenuhi syarat sebagai mata uang yang sah (tidak memenuhi syarat Syariah) juga tidak sah untuk diperdagangkan/diinvestasikan karena risiko dan volatilitas tinggi, membuat prosesnya mirip perjudian.19 Kepercayaan menjadi isu tanpa otoritas pengatur yang tepercaya.
Mufti Faraz Adam (Amanah Advisors): Mengklasifikasikan cryptocurrency sebagai Māl (harta) jika memberikan utilitas. Dapat berfungsi sebagai mata uang berdasarkan al-Urf al-Khass (praktik kebiasaan khusus) dalam ekosistemnya.10 Bitcoin dan Ethereum memenuhi syarat karena penerimaan luas. Namun, ia memperingatkan terhadap perdagangan berjangka dengan leverage tinggi.16
Dr. Monzer Kahf (Qatar Faculty of Islamic Studies): Bitcoin adalah alat yang sangat spekulatif karena sifatnya yang fluktuatif dan bukan mata uang. Berpendapat bahwa hanya pemerintah yang dapat menyatakan sesuatu sebagai mata uang.9
Syaikh Abdul Aziz Ibn Baz (dikutip sebagai ulama moderat): Mengizinkan cryptocurrency sebagai alat tukar dengan syarat ketat.16 (Catatan: Ini adalah kutipan umum, syarat spesifik atau sumber langsung tidak disediakan dalam materi).
Terdapat perbedaan signifikan antara ulama yang meyakini bahwa penerbitan dan pengakuan mata uang adalah hak prerogatif negara 9 dengan mereka yang berpendapat bahwa penerimaan adat ('urf) oleh masyarakat dapat menetapkan sesuatu sebagai alat tukar.10 Perbedaan filosofis ini mendasari banyak fatwa yang bertentangan. Jika dukungan negara adalah prasyarat, sebagian besar cryptocurrency terdesentralisasi saat ini akan gagal. Jika 'urf cukup, maka cryptocurrency populer mendapatkan lebih banyak legitimasi. Hal ini juga menjelaskan mengapa beberapa ulama menyerukan mata uang kripto yang dikeluarkan atau diatur oleh negara.5
Tabel 2: Ikhtisar Sikap Badan Islam Internasional dan Cendekiawan Pilihan mengenai Cryptocurrency
Penempatan: Akhir Bagian 4.
Isi:
* **Alasan Nilai Tabel:** Tabel ini memberikan perspektif global di luar Indonesia, menunjukkan keragaman pendapat di antara otoritas Islam internasional terkemuka dan para cendekiawan. Ini membantu pengguna memahami bahwa perdebatan ini tidak terbatas pada satu wilayah dan menyoroti tema-tema umum (seperti *gharar*) serta argumen-argumen unik, yang memperkuat kompleksitas isu tersebut.
5. Kerangka Kerja Kepatuhan Syariah dan Alternatif yang Muncul
5.1. Pendekatan Regulasi dan Tata Kelola Syariah di Negara-Negara Mayoritas Muslim
5.1.1. Malaysia - Securities Commission (SC) Shariah Advisory Council (SAC):
Secara prinsip, SAC Malaysia memperbolehkan investasi dan perdagangan mata uang digital serta token digital di bursa aset digital (DAX) yang terdaftar.12 Aset digital diakui sebagai harta (maal) dari perspektif Syariah.11 SC mengatur aset digital melalui Capital Markets & Services (Prescription of Securities) (Digital Currency and Digital Token) Order 2019 serta panduan khusus untuk DAX, Penawaran Bursa Awal (IEO), dan Kustodian Aset Digital (DAC).50
SAC menentukan status kepatuhan Syariah aset digital tertentu yang dapat diperdagangkan. Contoh aset yang dinyatakan patuh Syariah termasuk Bitcoin (BTC), Ethereum (ETH), Ripple (XRP), Litecoin (LTC), dan lainnya, beserta tanggal resolusi SAC.12 Prinsip utama kepatuhan Syariah meliputi larangan riba, penghindaran gharar dalam kontrak, larangan maysir, dan tidak terlibat dalam komoditas/aktivitas terlarang.30 Untuk IEO, dana hasil penerbitan hanya boleh digunakan untuk tujuan yang patuh Syariah, dan hak/manfaat token juga harus patuh Syariah.12 Metodologi penyaringan Syariah SAC untuk perusahaan tercatat (tolok ukur aktivitas bisnis, rasio keuangan untuk mengukur elemen berbasis riba) dapat diterapkan secara analogis.52 Dokumen SAC yang relevan termasuk "Digital Assets from Shariah Perspective (pdf)".505.1.2. Uni Emirat Arab (UEA) - Virtual Assets Regulatory Authority (VARA) Dubai:
UEA merupakan pelopor kripto di kawasan dengan target adopsi ambisius dan kerangka regulasi yang jelas.44 VARA didirikan khusus untuk mengatur sektor VA.54 VARA menerbitkan Virtual Assets and Related Activities Regulations 2023, yang menyediakan kerangka kerja VA komprehensif berdasarkan keberlanjutan ekonomi dan keamanan keuangan lintas batas.55 Versi 2.0 dari Buku Aturan berbasis aktivitas diterbitkan (Februari atau Mei 2025, tanggal berbeda 56) untuk memperkuat integritas pasar, pengawasan risiko, dengan kontrol pada perdagangan margin, distribusi token, dan kepatuhan yang diselaraskan.56
Meskipun kerangka utama VARA berfokus pada regulasi, keamanan, dan inovasi, UEA juga menyaksikan munculnya layanan kripto yang patuh Syariah. Ruya, bank Islam digital di UEA, menawarkan perdagangan kripto yang patuh Syariah dalam aplikasi, dengan aset yang telah diperiksa kebolehannya.58 Bank Sentral UEA menyetujui stablecoin teregulasi pertamanya, AE Coin.46 VARA bertujuan untuk ramah bisnis, menawarkan panduan, menjalankan program percontohan dunia nyata (misalnya, tokenisasi aset), dan berkolaborasi secara internasional, sambil tetap waspada terhadap AML dan perlindungan investor.545.1.3. Negara Lain:
Arab Saudi: Hati-hati, melarang perdagangan kripto oleh lembaga keuangan.44 Mengembangkan CBDC (Proyek Aber bersama UEA).44
Mesir: Melarang perdagangan dan platform kripto setelah fatwa haram Dar al-Ifta.25 UU No. 194 Tahun 2020 mengatur, melarang aktivitas tanpa izin.25
Indonesia: MUI menyatakan kripto haram untuk sebagian besar penggunaan, tetapi pemerintah (Bappebti) mengatur cryptocurrency sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka. Penggunaan sebagai alat pembayaran dilarang.1
Iran: Kripto legal untuk perdagangan internasional (untuk menghindari sanksi) dan penambangan berlisensi diizinkan. Penggunaan domestik terbatas.44
Turki, Palestina: Melarang cryptocurrency, dengan alasan gharar, jahalah, penggunaan terlarang.6
5.2. Pengembangan dan Struktur Cryptocurrency yang Sesuai Syariah
Cryptocurrency yang sesuai syariah dirancang untuk selaras dengan prinsip-prinsip keuangan Islam: didukung aset, transparan, tanpa riba, tanpa gharar, tanpa maysir, dan tidak berinvestasi dalam industri haram.16 Dukungan aset (asset-backing) adalah fitur utama, seringkali dipatok pada aset berwujud seperti emas atau real estat untuk memberikan nilai intrinsik dan stabilitas, yang mengatasi kekhawatiran syariah utama.1
Contoh proyek kripto yang berfokus pada kepatuhan Syariah meliputi:
Islamic Coin (ISLM) / HAQQ Network: Dirancang untuk investor Muslim, menekankan kasus penggunaan etis. Menyumbangkan 10% token baru untuk amal (Evergreen DAO). Memiliki HAQQex, HAQQ Wallet. Menerima Fatwa untuk jaringan blockchain-nya yang patuh Syariah. Merupakan proyek kripto patuh Syariah terbesar.11
OneGram (OGC): Cryptocurrency yang didukung emas, setiap koin didukung oleh satu gram emas, disertifikasi oleh ulama Islam.1
HelloGold (GOLDX): Berbasis di Kuala Lumpur, cryptocurrency yang didukung emas dan patuh Syariah.11
Caizcoin: Bertujuan untuk mengembangkan ekosistem yang patuh.11
Goldsand (sebelumnya Inshallah Finance): Berfokus pada staking halal.32
MRHB Network: Menawarkan produk DeFi yang patuh Syariah.32
Sidra Chain: Memberikan solusi kripto yang patuh.32
Platform yang patuh Syariah seringkali menggabungkan penyaringan etis untuk proyek dan tata kelola komunitas.37 Model bagi hasil seperti Mudarabah dan Musharakah didorong.16 Beberapa proyek juga mempertimbangkan penerapan dan integrasi Zakat.35
5.3. Peran dan Sikap AAOIFI (Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions) terkait Aset Digital
AAOIFI bertugas menyiapkan standar akuntansi, audit, tata kelola, etika, dan Syariah untuk lembaga keuangan Islam.60 Daftar Standar Syariah saat ini (misalnya, SS (1) Perdagangan Mata Uang) tidak secara eksplisit menunjukkan standar komprehensif khusus berjudul "Cryptocurrency" atau "Aset Digital".61 Namun, prinsip-prinsip dalam standar yang ada (misalnya, tentang mata uang, investasi, dukungan aset dalam Sukuk seperti draf SS 62 38) relevan dengan diskusi ini. SS 62 untuk Sukuk menekankan transfer kepemilikan aset aktual (asset-backed bukan asset-based), yang bisa menjadi prinsip berpengaruh jika diterapkan pada aset kripto.38 Meningkatnya cryptocurrency dan DeFi, dengan pandangan ulama yang beragam, menunjukkan perlunya regulasi dan panduan kripto Islam standar, peran yang berpotensi diisi oleh AAOIFI.41
Perbedaan sikap hukum dan Syariah di berbagai negara mayoritas Muslim (misalnya, Malaysia/UEA yang permisif vs. Mesir/Arab Saudi yang restriktif untuk perbankan 44) menciptakan lingkungan di mana bisnis kripto (terutama yang bertujuan kepatuhan Syariah) mungkin cenderung menuju rezim regulasi yang lebih menguntungkan. VARA di Dubai secara eksplisit bertujuan untuk menarik bisnis semacam itu.54 Hal ini dapat menyebabkan konsentrasi inovasi fintech Islam di pusat-pusat tertentu dan menyoroti perlunya koordinasi internasional untuk mencegah celah regulasi dan memastikan standar perlindungan investor dan tata kelola Syariah yang konsisten. Pengembangan proyek kripto "patuh Syariah" 16 sebagian merupakan respons pasar terhadap permintaan akan keuangan digital yang teregulasi dan selaras dengan keyakinan.Tabel 3: Status Kepatuhan Syariah Aset Digital Pilihan oleh Securities Commission Malaysia (SAC)
Penempatan: Dalam Bagian 5.1.1 (Malaysia).
Isi:
(Sumber: 50)
* **Alasan Nilai Tabel:** Tabel ini memberikan contoh konkret bagaimana badan pengatur Syariah tertentu (SAC Malaysia) mengoperasionalkan kepatuhan Syariah untuk *cryptocurrency* aktual. Ini menawarkan informasi praktis bagi pengguna, terutama mereka yang berada di atau melihat pasar Malaysia, dan menunjukkan bahwa penentuan "halal" dimungkinkan untuk aset digital tertentu di bawah kerangka kerja yang ditentukan.
6. Analisis Metodologi Fikih (Istinbath al-Ahkam) yang Diterapkan pada Cryptocurrency
6.1. Tinjauan Umum Istinbath al-Ahkam (Penggalian Hukum)
Istinbath al-Ahkam adalah proses penggalian makna dan hukum dari sumber-sumber primer agama (Al-Qur'an, Sunnah) dan sumber-sumber yurisprudensi lain yang diakui, terkait masalah-masalah baru atau kompleks, dengan menggunakan penalaran dan upaya intelektual (ijtihad).66.2. Metodologi Utama yang Teramati dalam Fatwa Cryptocurrency
Qiyas (Penalaran Analogis): Digunakan oleh MUI, yang menganalogikan perdagangan cryptocurrency spekulatif dengan perjudian (qimar) karena adanya kesamaan 'illah (sebab efektif), yaitu ketidakpastian dalam perolehan keuntungan atau barang.1
Metode Ilhãqi (Subsumsi/Perluasan Analogis): Diterapkan oleh PWNU Jawa Timur dan PWNU D.I. Yogyakarta.6 Metode ini melibatkan perbandingan isu baru (mulh̩aq bih - cryptocurrency) dengan kasus yang sudah mapan hukumnya (mulh̩aq 'alaih - misalnya, komoditas/sil'ah) berdasarkan faktor kesamaan (wajh al-ilhãq). Perbedaan hasil (Jatim: haram, Yogyakarta: halal) muncul dari perbedaan rujukan teks klasik/kontemporer dan interpretasi yang berbeda mengenai apakah kripto memenuhi syarat-syarat kasus yang mapan tersebut.6
Sadd al-Dzariah (Menutup Jalan Menuju Kerusakan/Kejahatan): Digunakan oleh Muhammadiyah untuk melarang kripto sebagai alat tukar, dengan argumen bahwa penggunaannya, dalam lingkungan yang tidak teregulasi saat ini, lebih banyak menimbulkan mafsadah (kerusakan) daripada maslahah (kemanfaatan).6 Metode ini juga secara implisit menjadi faktor dalam fatwa-fatwa prohibitif lainnya yang khawatir akan penggunaan terlarang dan kurangnya perlindungan konsumen, seperti fatwa Dar al-Ifta Mesir.26
Maslahah Mursalah (Pertimbangan Kepentingan/Kemaslahatan Umum): Meskipun tidak selalu disebut secara eksplisit, pertimbangan manfaat versus mudarat melekat dalam banyak putusan. Beberapa ulama cenderung menyetujui Bitcoin atas dasar maslahah.34 Pendekatan SC Malaysia, yang bertujuan untuk mendorong inovasi sambil mengelola risiko, mencerminkan perspektif yang berorientasi pada maslahah.12
'Urf (Praktik Kebiasaan / Norma yang Berlaku / Konsensus Ahli): Menjadi faktor signifikan dalam putusan permisif PWNU D.I. Yogyakarta, di mana masukan dari ahli blockchain dan meningkatnya penerimaan/penggunaan kripto dipertimbangkan untuk meniadakan asumsi adanya gharar dan qimar.1 Pandangan Mufti Faraz Adam bahwa kripto adalah mata uang jika orang menggunakan dan menukarnya juga bersandar pada 'urf.10 Konsep bahwa taʿāmul (penggunaan umum) dan iṣtilāḥ (kesepakatan sosial) dapat menetapkan status mata uang juga relevan.8
Pertimbangan Maqasid al-Shariah (Tujuan-Tujuan Hukum Islam): Beberapa analisis menilai kripto berdasarkan maqasid, seperti perlindungan harta (hifẓ al-māl). Pihak yang menentang berpendapat bahwa volatilitas dan risiko kripto membahayakan tujuan ini.5 Pendukung kripto yang teregulasi atau didukung aset bertujuan untuk selaras dengan tujuan-tujuan ini.34
Interpretasi Tekstual Langsung (Metode Bayani / Rujukan pada Nusus): Fatwa MUI merujuk pada nash (Al-Qur'an/Hadis) mengenai larangan gharar, dharar, qimar.1 Muhammadiyah juga secara langsung mengutip Al-Qur'an dan Hadis yang melarang gharar dan maysir.23
6.3. Dampak Pemahaman Teknologi terhadap Aplikasi Metodologi
Beberapa sumber menyoroti bahwa kurangnya pemahaman mendalam tentang teknologi cryptocurrency di kalangan sebagian ahli fikih dapat menyebabkan pandangan yang terlalu sederhana atau salah penerapan analogi.2 Sebaliknya, keterlibatan PWNU Yogyakarta dengan para ahli blockchain menunjukkan bagaimana pemahaman teknis yang terinformasi dapat memengaruhi penilaian terhadap gharar dan qimar.1
Pilihan dan penerapan metodologi fikih menjadi penentu utama perbedaan putusan hukum, yang seringkali mencerminkan filosofi yurisprudensi yang mendasarinya. Kasus PWNU Jawa Timur versus PWNU D.I. Yogyakarta adalah contoh utama.6 Keduanya menggunakan metode ilhãqi, tetapi pilihan teks rujukan dan penekanan mereka (Jatim pada syarat ketat sil'ah dari teks klasik, Yogyakarta pada 'urf dan pendapat ahli mengenai tidak adanya gharar) menghasilkan kesimpulan yang berlawanan. Demikian pula, penggunaan sadd al-dzariah oleh Muhammadiyah 6 mencerminkan prinsip kehati-hatian, sementara penilaian yang lebih langsung terhadap fungsi kripto mungkin mengarahkan pihak lain pada kebolehan jika larangan inti seperti riba dihindari. Hal ini menyiratkan bahwa memahami pilihan metodologis memberikan wawasan mengapa fatwa berbeda. Ini bukan hanya tentang ada atau tidaknya gharar, tetapi bagaimana gharar dinilai dan bobot apa yang diberikan pada prinsip-prinsip lain seperti 'urf atau maslahah. Ini juga menunjukkan bahwa seiring berkembangnya 'urf atau jika solusi teknologi mengurangi risiko tertentu, putusan berdasarkan metodologi ini juga dapat berubah.
7. Sintesis, Kesimpulan, dan Rekomendasi
7.1. Ringkasan Pandangan Ulama yang Beragam dan Konvergen
Diskursus mengenai status hukum cryptocurrency dalam Islam menunjukkan spektrum pandangan yang luas. Terdapat pandangan yang melarang secara ketat, seperti yang dikeluarkan oleh Dar al-Ifta Mesir, PWNU Jawa Timur, dan Muhammadiyah, serta sebagian aspek fatwa MUI.17 Di sisi lain, terdapat pandangan yang memperbolehkan secara bersyarat, seperti aspek lain dari fatwa MUI, pandangan Dewan Islam Suriah jika syarat tertentu terpenuhi, dan beberapa cendekiawan individu.5 Ada pula pandangan yang lebih luas memperbolehkan, seperti yang dianut oleh PWNU D.I. Yogyakarta, Securities Commission Malaysia untuk aset yang teregulasi, dan cendekiawan individu lainnya.20
Meskipun beragam, terdapat titik temu dalam beberapa kekhawatiran. Ada kesepakatan luas mengenai ketidakbolehan transaksi yang jelas melibatkan riba, maysir, dan gharar yang berlebihan. Kebutuhan untuk menghindari dharar (bahaya) dan aktivitas terlarang juga menjadi tema umum. Namun, perbedaan interpretasi muncul dalam menentukan batasan "berlebihan" untuk gharar, status cryptocurrency sebagai maal atau thaman, keharusan adanya dukungan negara atau aset dasar fisik, serta bobot yang diberikan pada 'urf dibandingkan preseden tekstual.7.2. Identifikasi Faktor-Faktor Kunci Penentu Kehalalan
Berdasarkan analisis berbagai pandangan, faktor-faktor berikut memainkan peran penting dalam menentukan status kehalalan cryptocurrency:
Sifat Spesifik Cryptocurrency: Apakah didukung aset? Apa utilitasnya? Siapa yang mengendalikannya?
Ada/Tidaknya Unsur Terlarang: Gharar, maysir, riba, dharar.
Pemenuhan Syarat Maal dan Sil'ah: Keberwujudan (meskipun virtual), nilai yang dapat ditentukan, dapat diserahkan.
Lingkungan Regulasi: Pengakuan negara, perlindungan konsumen, pencegahan penggunaan ilegal.
Niat Pengguna: Investasi untuk nilai versus spekulasi murni/perjudian.
Teknologi Dasar dan Keamanan: Ketahanan terhadap penipuan dan manipulasi.
7.3. Panduan bagi Muslim dalam Menavigasi Lanskap Cryptocurrency
Mengingat keragaman pandangan dan risiko yang melekat, pendekatan yang hati-hati sangat dianjurkan. Umat Islam disarankan untuk:
Berhati-hati dan Melakukan Uji Tuntas (Due Diligence): Memahami secara spesifik cryptocurrency yang diminati, teknologinya, risikonya, dan argumen syariah di sekitarnya.
Mencari Ilmu: Terus memperbarui pengetahuan mengenai perkembangan di bidang ini.
Memprioritaskan Alternatif yang Sesuai Syariah: Jika tersedia dan telah diverifikasi oleh ulama/lembaga syariah tepercaya, pertimbangkan cryptocurrency yang didukung aset atau yang dirancang khusus untuk kepatuhan syariah (misalnya, Islamic Coin, atau yang disetujui oleh badan seperti SC Malaysia).1
Berkonsultasi dengan Ulama Lokal yang Berkompeten: Untuk panduan pribadi, konsultasikan dengan ulama yang memiliki pemahaman baik tentang keuangan Islam maupun teknologi cryptocurrency.
Menghindari Perdagangan Spekulatif: Jauhi aktivitas yang sangat spekulatif, perdagangan margin, kontrak berjangka, dan platform/token yang terkait dengan aktivitas haram.
Mempertimbangkan Sumber Putusan: Memahami alasan dan metodologi di balik fatwa yang berbeda.
7.4. Prospek Penelitian Fikih di Masa Depan tentang Aset Digital
Kebutuhan akan penelitian Fikih yang berkelanjutan, mendalam, dan terinformasi secara teknologi sangat penting, sebagaimana ditekankan oleh IIFA dan cendekiawan lainnya.2 Pengembangan kriteria penyaringan syariah standar dan kerangka kerja tata kelola untuk aset kripto sangat esensial.30 Peran lembaga seperti AAOIFI dalam menetapkan standar akan sangat krusial. Seiring berkembangnya teknologi (misalnya, CBDC, kontrak pintar yang lebih canggih, DeFi yang teregulasi), pertanyaan-pertanyaan Fikih baru akan muncul, yang memerlukan keterlibatan yurisprudensi secara terus-menerus.
Diskursus halal-haram kripto merupakan mikrokosmos dari adaptasi hukum Islam terhadap inovasi teknologi dan keuangan yang pesat. Tantangan yang dihadapi para ahli fikih dalam menilai kripto—memahami teknologi kompleks 2, menyeimbangkan prinsip-prinsip mapan dengan realitas baru, berurusan dengan otoritas terdesentralisasi, dan mempertimbangkan 'urf—tidak unik untuk kripto. Ini mencerminkan pola yang lebih luas tentang bagaimana yurisprudensi Islam secara historis bergulat dengan isu-isu baru. Munculnya alternatif yang sesuai syariah 1 adalah upaya proaktif dari industri keuangan Islam untuk berinovasi dalam batas-batas syariah, mirip dengan pengembangan produk keuangan Islam lainnya. Oleh karena itu, perdebatan kripto kemungkinan akan menginformasikan bagaimana Fikih menangani disrupsi teknologi di masa depan. Ini menggarisbawahi pentingnya keahlian interdisipliner (ahli fikih + ahli teknologi + ekonom), interaksi dinamis antara interpretasi tekstual dan konteks sosial ('urf, maslahah), dan relevansi ijtihad yang berkelanjutan.
Kesimpulannya, lanskap hukum Islam terkait cryptocurrency masih dinamis dan ditandai oleh keragaman pendapat. Tidak ada konsensus tunggal (ijma') di antara para ulama, yang mencerminkan kompleksitas inheren dari aset digital ini dan tantangan dalam menerapkan prinsip-prinsip fikih klasik pada inovasi teknologi keuangan modern. Faktor-faktor seperti gharar, maysir, status sebagai maal atau thaman, keberadaan aset dasar, pengawasan regulasi, dan potensi manfaat atau mudarat sosial menjadi pertimbangan utama dalam berbagai fatwa dan analisis ilmiah. Bagi individu Muslim, pendekatan yang paling bijaksana adalah berhati-hati, terus mencari pengetahuan dari sumber-sumber tepercaya, dan memprioritaskan transaksi yang jelas-jelas sejalan dengan prinsip-prinsip syariah atau yang telah mendapat persetujuan dari lembaga fatwa yang diakui dan memiliki keahlian dalam bidang ini. Seiring dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang teknologi dan perkembangan pasar, serta upaya berkelanjutan dari para ahli fikih, diharapkan panduan yang lebih terperinci dan mungkin lebih konvergen dapat muncul di masa depan.
Works cited
(PDF) Does the DSN-MUI Fatwa on Cryptocurrency Affect Muslims ..., accessed May 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/391484144_Does_the_DSN-MUI_Fatwa_on_Cryptocurrency_Affect_Muslims'_Investment_Interest
Guiding Fiqh Analysis of Crypto Assets: A Proposed Framework - ResearchGate, accessed May 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/387428478_Guiding_Fiqh_Analysis_of_Crypto_Assets_A_Proposed_Framework
Mengupas Hukum Crypto dalam Islam Bersama Atom FTMM, accessed May 23, 2025, https://ftmm.unair.ac.id/mengupas-hukum-crypto-dalam-islam-bersama-atom-ftmm/
Guiding Fiqh Analysis of Crypto Assets: A Proposed Framework | AHKAM - E-Journal UIN Jakarta, accessed May 23, 2025, https://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam/article/download/37346/15007
Fatwās on Cryptocurrency: The Syrian Islamic Council and the International Union of Muslim Scholars' al-Qaradaghi, accessed May 23, 2025, https://islamiclaw.blog/2022/04/29/the-syrian-islamic-councils-cryptocurrency-fatwa/
journal.ar-raniry.ac.id, accessed May 23, 2025, https://journal.ar-raniry.ac.id/JoSE/article/view/3463/1671
Cryptocurrencies from Islamic perspective | Emerald Insight, accessed May 23, 2025, https://www.emerald.com/insight/content/doi/10.1108/jiabr-09-2022-0238/full/pdf?title=cryptocurrencies-from-islamic-perspective
(PDF) The Concept of Wealth (māl) in the Sharīʿah and Its Relation ..., accessed May 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/361273403_The_Concept_of_Wealth_mal_in_the_Shariah_and_Its_Relation_to_Digital_Assets
Investigating Cryptocurrency as Shariʽah-Compliant Money by Critically Analyzing Arguments of the Opponent Scholars - ResearchGate, accessed May 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/368608238_Investigating_Cryptocurrency_as_Shariah-Compliant_Money_by_Critically_Analyzing_Arguments_of_the_Opponent_Scholars
Is Cryptocurrency Halal? Top Islamic Finance Experts Sound Off - Sarwa, accessed May 23, 2025, https://www.sarwa.co/blog/is-cryptocurrency-halal
Shariah Perspective on Crypto as Asset (Mal): Justifying the Needs of Estate Planning and Inheritance of Digital Asset - UKM, accessed May 23, 2025, https://www.ukm.my/ijit/wp-content/uploads/2023/11/Norazlina-Ijit-Vol-24-Dec-2024.pdf
Digital Asset Exchange (DAX) - Capital Markets Malaysia, accessed May 23, 2025, https://www.capitalmarketsmalaysia.com/digital-digital-asset-exchange/
jurnal.uinsu.ac.id, accessed May 23, 2025, https://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/islamijah/article/download/13637/8156
Crypto Currency Trading in Islam: An Attempt to Explore the Law amidst Technological Advances - ResearchGate, accessed May 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/391152011_Crypto_Currency_Trading_in_Islam_An_Attempt_to_Explore_the_Law_amidst_Technological_Advances
TRANSAKSI KRIPTO ISLAMICOIN PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Hasil Putusan Bahtsu Masail PWNU Jatim tentang Cryptocurrency) - https ://dspace.uii.ac.id, accessed May 23, 2025, https://dspace.uii.ac.id/bitstream/handle/123456789/46213/19421079.pdf?sequence=1&isAllowed=y
Is Crypto Halal in Islam? A 2025 Guide to Bitcoin, Ethereum, and More - MEXC Blog, accessed May 23, 2025, https://blog.mexc.com/is-crypto-halal-in-islam-a-2025-guide/
Apakah Bitcoin Haram? Perhatikan 3 Ketentuan Hukum MUI - TANYA, muisulsel.com, accessed May 23, 2025, https://mui.or.id/baca/mui/apakah-bitcoin-haram-perhatikan-3-ketentuan-hukum-mui
Investasi Kripto dalam Islam: Halal atau Haram? - Sharia Knowledge Centre, accessed May 23, 2025, https://www.shariaknowledgecentre.id/id/news/investasi-kripto-dalam-islam/
Islamic scholar dismisses digital currencies as forbidden - Doha News, accessed May 23, 2025, https://dohanews.co/islamic-scholar-dismisses-digital-currencies-as-forbidden/
Prof. Dr. Ray Pratama Siadari.,S.H.,M.H.; - Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, accessed May 23, 2025, https://jurnal.umsb.ac.id/index.php/pagaruyuang/article/viewFile/5123/3562
Gharar: Meaning, Definition, Islamic Perspective, and Examples - Investopedia, accessed May 23, 2025, https://www.investopedia.com/terms/g/gharar.asp
What is Gharar? | Islamic Finance Definitions Series - IslamicFinanceGuru, accessed May 23, 2025, https://www.islamicfinanceguru.com/articles/what-is-gharar-islamic-finance-definitions-series
Tarjih Muhammadiyah Haramkan Uang Kripto Bitcoin Cs, accessed May 23, 2025, https://www.cnbcindonesia.com/tech/20220119121709-37-308653/tarjih-muhammadiyah-haramkan-uang-kripto-bitcoin-cs
Kini Giliran Muhammadiyah Resmi Haramkan Kripto, Apa Sebabnya? - Tempo.co, accessed May 23, 2025, https://www.tempo.co/ekonomi/kini-giliran-muhammadiyah-resmi-haramkan-kripto-apa-sebabnya--433747
Egypt: Authorities Arrest 29 for Fraudulent Cryptocurrency Investment Scheme, accessed May 23, 2025, https://www.loc.gov/item/global-legal-monitor/2023-03-30/egypt-authorities-arrest-29-for-fraudulent-cryptocurrency-investment-scheme/
Fatwās on Cryptocurrency: Egypt's Dār al-Iftāʾ - Islamic Law Blog, accessed May 23, 2025, https://islamiclaw.blog/2022/05/05/fatwas-on-cryptocurrency-egypts-dar-al-ifta%CA%BE/
A Comprehensive Review of Digital Assets in Shariah Law: Evaluating Cryptocurrency within the Framework of Muamalat Jurisprudenc - BPAS Journals, accessed May 23, 2025, https://bpasjournals.com/library-science/index.php/journal/article/download/3580/3316/7245
Cryptocurrency and Islam - Al Hakam, accessed May 23, 2025, https://www.alhakam.org/cryptocurrency-and-islam/
Resolution No. 237 (8/24) on Electronic Currencies – International Islamic Fiqh Academy, accessed May 23, 2025, https://iifa-aifi.org/en/5980.html
(PDF) CRYPTO ASSETS: THE NEED FOR SHARIAH SCREENING CRITERIA FOR DIGITAL ASSETS IN MALAYSIA - ResearchGate, accessed May 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/374669898_CRYPTO_ASSETS_THE_NEED_FOR_SHARIAH_SCREENING_CRITERIA_FOR_DIGITAL_ASSETS_IN_MALAYSIA
How Cryptocurrency Aligns with the Principles of Islamic Banking and Finance | Nasdaq, accessed May 23, 2025, https://www.nasdaq.com/articles/how-cryptocurrency-aligns-with-the-principles-of-islamic-banking-and-finance
Shariah-compliant crypto eyes $4tn Islamic finance opportunity - IBS Intelligence, accessed May 23, 2025, https://ibsintelligence.com/ibsi-news/shariah-compliant-crypto-eyes-4tn-islamic-finance-opportunity/
NU Jatim Keluarkan Fatwa Haram Uang Kripto - YouTube, accessed May 23, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=EbPQP1t-dZU
"Cryptocurrencies From Islamic Perspectives: The Case Of Bitcoin" by Ahmad Kameel Mydin Meera - Bulletin of Monetary Economics and Banking - BMEB, accessed May 23, 2025, https://bulletin.bmeb-bi.org/bmeb/vol20/iss4/4/
Asset Tokenization in Islamic Finance Historical Perspectives, Sukuk Innovations, and the Shariah Compliant Blockchain - Pakistan Research Journal of Social Sciences, accessed May 23, 2025, https://prjss.com/index.php/prjss/article/download/202/209
2025 Guide to Halal Coin Development for Shariah-Compliant Blockchain Projects, accessed May 23, 2025, https://www.codementor.io/@rajdeep885527/2025-guide-to-halal-coin-development-for-shariah-compliant-blockchain-projects-2r9m53mw5l
Is there an Islamic cryptocurrency? - Qardus, accessed May 23, 2025, https://www.qardus.com/news/is-there-an-islamic-cryptocurrency
How will AAOIFI Shariah Standard No 62 change the Sukuk landscape? - IILM, accessed May 23, 2025, https://iilm.com/v2/wp-content/uploads/2024/09/Islamic-Finance-News.pdf
Shariah Analysis of Bitcoin, Cryptocurrency, and Blockchain, accessed May 23, 2025, https://islamicbankers.center/wp-content/uploads/2019/02/2017-shariah-analysis-of-bitcoin-cryptocurrency-blockchain.pdf
Hukum cryptocurrency Dan Bitcoin - Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily ..., accessed May 23, 2025, https://www.youtube.com/watch?v=BhQrlSNrweI
EXAMINING THE SHARIAH COMPLIANCE OF DIGITAL ASSETS, BLOCKCHAIN TECHNOLOGY, AND DECENTRALIZED FINANCE (DeFi) WITHIN ISLAMIC FINANCIAL PRINCIPLES - CUSIT JOURNALS, accessed May 23, 2025, https://cusitjournals.com/index.php/CURJ/article/view/1004
PWNU Jawa Timur Haramkan Cryptocurrency, Ini Dasarnya - Suara surabaya, accessed May 23, 2025, https://www.suarasurabaya.net/kelanakota/2021/pwnu-jawa-timur-haramkan-cryptocurrency-ini-dasarnya/
The Impact of Islamic Law on Cryptocurrency Regulation in Egypt ..., accessed May 23, 2025, https://www.electronicpublications.org/stuff/1137
Current status in key Islamic countries regarding cryptocurrency regulation - Binance, accessed May 23, 2025, https://www.binance.com/en/square/post/21098178615650
Egypt and Cryptocurrency - Freeman Law, accessed May 23, 2025, https://freemanlaw.com/cryptocurrency/egypt/
The Future of Cryptocurrency in the Gulf Cooperation Council Countries, accessed May 23, 2025, https://carnegieendowment.org/research/2025/05/the-future-of-cryptocurrency-in-the-gulf-cooperation-council-countries
(PDF) Cryptocurrency from a shari'ah perspective - ResearchGate, accessed May 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/330441911_Cryptocurrency_from_a_shari'ah_perspective
(PDF) Bitcoin As A Means of Transaction and Investment In The Perspective of Islam, accessed May 23, 2025, https://www.researchgate.net/publication/355066966_Bitcoin_As_A_Means_of_Transaction_and_Investment_In_The_Perspective_of_Islam
Malaysian SC concludes crypto investing and trading is Shariah-Compliant - Luno Discover, accessed May 23, 2025, https://discover.luno.com/malaysian-sc-concludes-crypto-investing-and-trading-is-shariah-compliant/
Digital Assets - Securities Commission Malaysia, accessed May 23, 2025, https://www.sc.com.my/digital-assets
A proposed framework of Islamic inheritance and estate planning of digital assets : the Malaysian case of crypto assets - ZBW, accessed May 23, 2025, https://www.zbw.eu/econis-archiv/bitstream/11159/703304/1/1916175295_0.pdf
THE 288TH SHARIAH ADVISORY COUNCIL OF THE SECURITIES COMMISSION MALAYSIA MEETING (24 FEBRUARY 2025), accessed May 23, 2025, https://www.sc.com.my/api/documentms/download.ashx?id=8c90449c-9ec2-4bd5-a373-53c8517d9aa6
Shariah-Compliant Securities Screening Methodology, accessed May 23, 2025, https://www.sc.com.my/development/icm/shariah-compliant-securities/shariah-compliant-securities-screening-methodology
VARA: Dubai Deep Dive - Regulation, Oversight, and Open For Business - Blockchain Ireland, accessed May 23, 2025, https://www.blockchainireland.ie/podcast/vara-dubai-deep-dive/
Welcome to the VARA Rulebook | Virtual Assets Regulatory Authority (VARA), accessed May 23, 2025, https://rulebooks.vara.ae/
Virtual Assets Regulatory Authority (VARA) - VARA, accessed May 23, 2025, https://www.vara.ae/en/
VARA issues updated activity rulebooks to strengthen market integrity and risk oversight, accessed May 23, 2025, https://www.zawya.com/en/press-release/companies-news/vara-issues-updated-activity-rulebooks-to-strengthen-market-integrity-and-risk-oversight-xyibjixs
UAE Digital Bank Ruya Rolls Out In-App Shari'ah-Compliant Crypto Trades - Binance, accessed May 23, 2025, https://www.binance.com/en/square/post/23369672620426
Cryptocurrencies and Zakat Applicability: An Analysis of the Fatwa Genre - Sprin Publisher, accessed May 23, 2025, https://sprinpub.com/sjahss/article/view/sjahss.v4i1.468
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions (AAOIFI), accessed May 23, 2025, https://aaoifi.com/?lang=en
Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions, accessed May 23, 2025, https://aaoifi.com/shariah-standards-3/?lang=en
EVALUATING CRYPTOCURRENCIES THROUGH THE LENS OF ISLAMIC FINANCE BASED ON MAQASID SHARIAH - IIUM Journals, accessed May 23, 2025, https://journals.iium.edu.my/kict/index.php/jisdt/article/download/504/305/3127
Komentar
Posting Komentar