Minggu, 03 Agustus 2025

Hukum Kripto dalam Islam: Analisis Komprehensif dari MUI hingga Cendekiawan Dunia

 Pengantar: Kebingungan Umat Muslim di Tengah Era Kripto

Sejak kemunculan Bitcoin pada tahun 2009, cryptocurrency telah mengubah lanskap keuangan global secara fundamental. Namun, bagi jutaan umat Muslim di seluruh dunia, muncul satu pertanyaan besar: Apakah cryptocurrency halal atau haram?

Pertanyaan ini bukan hal sepele. Ia menyentuh langsung prinsip-prinsip Syariah, terutama dalam hal transaksi (muamalat). Di satu sisi, ada peluang finansial yang menggiurkan, tetapi di sisi lain, ada keharusan untuk mematuhi ajaran agama.

Perbedaan pendapat di kalangan ulama dan lembaga Islam, baik di Indonesia maupun internasional, semakin menambah kebingungan. Oleh karena itu, artikel ini akan menyajikan kajian literatur komprehensif untuk memberikan gambaran yang jelas dan terstruktur mengenai status hukum cryptocurrency dari berbagai sudut pandang.

Prinsip Dasar yang Menjadi Titik Perdebatan

Untuk memahami argumen di balik fatwa-fatwa yang ada, kita perlu mengkaji tiga pilar utama dalam keuangan Islam yang menjadi kunci:

  1. Apakah Kripto adalah Maal (Harta) atau Thaman (Mata Uang)?

    • Pandangan Pro (Boleh): Sebagian ulama berpendapat bahwa kripto bisa dianggap sebagai maal (harta) karena memiliki nilai komersial, dapat dimiliki, disimpan, dan dialihkan. Nilainya berasal dari kepercayaan dan kesepakatan antar pengguna (ta'amul). Jika suatu aset digital diterima secara luas oleh komunitas (‘urf), ia bisa berfungsi sebagai mata uang.

    • Pandangan Kontra (Tidak Boleh): Ulama lain menolak status maal atau thaman untuk kripto karena tidak memiliki wujud fisik, tidak memiliki nilai intrinsik, dan tidak didukung oleh negara atau aset riil. Volatilitas yang ekstrem juga menjadikannya tidak layak sebagai penyimpan nilai yang stabil.

  2. Unsur Gharar (Ketidakpastian) dan Maysir (Perjudian)

    • Gharar: Ini adalah ketidakpastian yang berlebihan dalam suatu transaksi. Banyak ulama berpendapat bahwa volatilitas harga kripto yang ekstrem, ketiadaan aset dasar yang jelas, dan risiko penipuan yang tinggi menjadikannya mengandung unsur gharar yang signifikan.

    • Maysir: Ini adalah perjudian atau spekulasi murni. Transaksi kripto yang didorong oleh keinginan mendapatkan keuntungan cepat dari pergerakan harga, tanpa didasari nilai ekonomi riil, seringkali disamakan dengan maysir.

  3. Masalah Riba (Bunga) dan Aktivitas Terlarang

    • Meskipun perdagangan kripto secara langsung di pasar spot umumnya tidak dianggap riba, kekhawatiran muncul dalam aktivitas turunannya, seperti margin trading dan futures yang melibatkan pinjaman berbunga.

    • Penggunaan kripto dalam aktivitas ilegal seperti pencucian uang dan pendanaan terorisme juga menjadi alasan bagi banyak lembaga untuk melarangnya, mengacu pada prinsip sadd al-dzariah (menutup pintu menuju kerusakan).



Rangkuman Fatwa dan Pandangan Hukum

Berikut adalah ringkasan putusan dan pandangan dari berbagai lembaga Islam yang menjadi referensi utama.

Institusi / CendekiawanTanggal PutusanPutusan UtamaAlasan Utama

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

9-11 November 2021

Haram sebagai mata uang. <br> Sah sebagai komoditas, jika memenuhi syarat.

Mengandung gharar, dharar, dan tidak diakui negara. Sah jika memiliki underlying asset dan manfaat yang jelas.

PWNU Jawa Timur

24 Oktober 2021

Haram

Dianggap aset fiktif, tidak memenuhi syarat sahnya jual beli barang dalam Islam.

PWNU D.I. Yogyakarta

21 November 2021

Halal

Bebas dari unsur gharar dan qimar. Sah sebagai komoditas berdasarkan kesepakatan (‘urf) ahli.

Muhammadiyah (Majelis Tarjih)

Januari 2022

Haram

Sifatnya spekulatif, mengandung gharar, dan maysir. Penggunaannya berpotensi menimbulkan bahaya (mafsadah).

Dar al-Ifta Mesir

Desember 2017

Haram

Nilai tidak pasti, tanpa regulasi, risiko penipuan tinggi, dan berdampak negatif pada ekonomi negara.

Securities Commission Malaysia

Bervariasi, sejak 2019

Patuh Syariah (untuk aset yang disetujui)

Aset digital diakui sebagai harta (maal). Diperbolehkan di bursa terdaftar setelah melalui proses penyaringan Syariah.

International Islamic Fiqh Academy (IIFA)

November 2019

Perlu penelitian lebih lanjut

Mengidentifikasi risiko signifikan, ketidakstabilan, dan kurangnya definisi yang jelas.

Syaikh Sulaiman Ar-Ruhaily

-

Tidak diperbolehkan (la yajuz)

Tanpa dukungan aset riil atau negara. Nilainya murni spekulatif, seperti gelembung.

Kerangka Kerja Kepatuhan Syariah & Rekomendasi

Melihat perbedaan pandangan yang ada, para ahli Syariah mulai mengembangkan kerangka kerja untuk menilai kepatuhan Syariah suatu aset digital. Ini mendorong munculnya proyek-proyek "kripto halal" seperti Islamic Coin (ISLM) yang didukung oleh aset riil atau dirancang dengan prinsip Syariah sejak awal.

Sebagai panduan bagi umat Muslim, berikut adalah beberapa rekomendasi:

  1. Lakukan Due Diligence: Pahami secara mendalam aset kripto yang akan Anda beli.

  2. Hindari Perdagangan Spekulatif: Jauhi aktivitas yang menyerupai judi, seperti margin trading atau futures.

  3. Utamakan Kripto yang Patuh Syariah: Cari aset digital yang didukung oleh aset riil atau telah mendapat persetujuan dari lembaga fatwa tepercaya.

  4. Patuhi Regulasi Lokal: Di Indonesia, kripto tidak legal sebagai alat pembayaran, tetapi diakui sebagai komoditas yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka yang diawasi Bappebti.

Kesimpulan

Perdebatan mengenai hukum cryptocurrency dalam Islam adalah cerminan dari bagaimana ajaran Islam beradaptasi dengan inovasi modern. Belum adanya konsensus final menunjukkan bahwa isu ini masih berkembang. Kunci utamanya terletak pada pemahaman mendalam, kehati-hatian, dan komitmen untuk hanya berinvestasi pada aset yang jelas-jelas sejalan dengan prinsip-prinsip Syariah.

Daftar Referensi (Works Cited)